Maryam Jameela
A.
Biografi
Maryam Jameela lahir pada tanggal 23 Mei 1934. Dia
berasal dari keluarga Yahudi Amerika yang dibesarkan di Westchester, kota kecil
yang makmur daerah kota pinggiran New York. Ayahnya Herbert S. Marcus adalanh
seorang pengusaha dia memberi nama Maryam jameela kecil dengan nama Margaret
dengan panggilan Peggy.
Margareth
kecil sangat menyukai musik, terutama simphoni dan klasik. Prestasinya pada
mata pelajaran musik pun cukup membanggakan karena selalu mendapatkan nilai
tertinggi di kelas. Hingga suatu hari dia mendengarkan musik Arab di radio, dan
langsung jatuh hati. Kian hari dirinya makin menyukai jenis musik ini.
Margareth pun tak sungkan meminta kepada ibunya agar dibelikan rekaman musik
Arab di sebuah toko milik imigran Suriah. Sampai akhirnya, dia mendengar
tilawah Alquran dari sebuah masjid yang berada tak jauh dari tempat tinggalnya
di kota New York.
Margareth
merasa ada kemiripan bahasa antara musik
Arab dan Al-Quran tadi. Akan tetapi, yang didengarnya di masjid, jauh lebih
merdu. Sehingga, demi untuk menikmati keindahan lantunan ayat-ayar Alquran itu,
Margaret kecil rela menghabiskan waktu untuk duduk di depan masjid. Ketika
beranjak dewasa, barulah Margareth mengetahui bahwa pelantun irama yang merdu
dan telah membuainya semenjak kecil, adalah pemeluk agama Islam. Sedikit demi
sedikit dia lantas berusaha mencari informasi tentang Islam, tanpa pretense
apapun terhadap agama ini. Persinggungan yang semakin intens dengan Islam baru
terjadi saat menempuh pendidikan di New York University. Usianya 18 tahun kala
itu. Pada tahun keduanya, Margareth mengikuti mata kuliah Judaism in Islam
karena ingin mempelajari Islam secara formal. Setiap perkuliahan, sang dosen
kerap menjelaskan bahwa Islam merupakan agama yang diadopsi dari agama Yahudi.
Segala yang baik dalam Islam pada dasarnya berasal dari kitab Perjanjian Lama,
Talmud dan Midrash. Tak jarang pula diputar film-film tentang propaganda
Yahudi. Intinya, yang dipaparkan di ruang kuliah sering kali menunjukkan
inferioritas Islam dan umat Muslim.
Akan
tetapi, Margareth tidak begitu saja termakan indoktrinasi ini. Dia merasa ada
yang aneh dengan segala penjelasan tadi karena terkesan menyudutkan. Dirinya
merasa tertantang untuk membuktikan bahwa segala yang diterimanya di
perkuliahan ini lebih bernuansa kebencian kepada Islam.
Margareth
menyediakan waktu, pikiran dan tenaga yang cukup panjang untuk mempelajari
Islam secara mendalam, sekaligus membandingkannya dengan ajaran Yahudi. Apa
yang terjadi? Dia justru banyak melihat kekeliruan dalam agama Yahudi,
sebaliknya menemukan kebenaran dalam Islam.
Sejumlah
buku bacaan mengilhaminya untuk memperdalam Islam, diantaranya terjemahan al-Qur’an
karya Marmaduke pickthal dan buku karya Allamah Muhammad Asad berjudul The
Road to Mecca (jalan ke Mekah) dan Islam at the Crossroad (Islam di
Persimpangan Jalan) yang dijadikan sebagai dasar melanjutkan kariernya dibidang
penulisan.
Untuk
memeperoleh pengetahuan yang mendalam tentang Islam, ia tidak puas hanya
mempelajari buku-buku pelajaran yang ada di perpustakaan. Ia lalu melakukan
surat menyurat dengan kaum muda dan para tokoh islam dari Arab dan Pakistan
agar mendapat informasi lebih mendalam tentang peristiwa-peristiwa yang sedang
terjadi di dunia Islam. selam amelakukan kontak surat menyurat secara luas, ia
menjadi akrab dengan karya tulis Abu A’la al-Maududi. Sejak desember 1960
korespondensi diantara keduanya berjalan teratur.
Pada
tanggal 24 mei 1961, Margaret Marcus menjadi Muslimah dengan membaca syahadat
dan memakai nama Maryam Jameela. Ia
masuk Islam di Islamic Mission di Broklin, New York dengan dituntun Syekh Daud
Ahmad Faisal dan disaksikan Kadijah Faisal dan Balquis Muhammad. Seperti
tertera dalam buku Islam and Orientalism, sebenarnya keinginan menjadi mualaf
sudah lahir sejak dahulu lagi, akan tetapi dia selalu dihalang oleh
keluarganya. Mereka menakut-nakutnya dengan mengatakan bahawa umat Islam tidak
akan bersedia menerimanya kerana berasal daripada keturunan Yahudi. Namun,
Margareth tidak gentar, dan dia mampu membuktikan bahawa apa yang dikatakan
keluarganya tidak benar sama sekali. Umat Muslim sebaliknya menyambutnya dengan
baik sekali.
Karena
ketidak cocokannya dengan budaya masyarakat Amerika dan keinginannya untuk
mendaat pekerjaan akhirnya pada tahun 1962 ia menerima tawaran al-maududi untuk
pindah ke Pakistan. Di Sana ia menetap di Lahore sebagai anggota keluarga
Maududi. Pada tahun 1963, ia menikah dengan Muhammad Yusuf Khan seorng pengurus
harian Jemaat Islamiyahnya al-Maududi. Ia menjadi istri kedua, dan dari
pernikahannya ia mempunyai empat anak.
Sejak
menetap di Pakistan, Maryam menghasilkan sejumlah karya yang berpengaruh,
termasuk dalam menerjemahkan ideologi Jamaati Islami dengan bahasa yang
sistematis sehingga diterima secara luas. Meski tidak secara formal terlibat
dalam partai itu, Maryam adalah salah satu pembela paling gigih terhadap paham
dan ideologi Jamaati Islami.
B.
Tulisan-tulisan
Maryam Jameela
Maryam
Jameela mulai karir sebagai pembela Islam (muslim apologist) yang berbicara
pada dunia Islam maupun Barat. Buku , artikel dan tinjauannya ditulis dalam
bahasa Inggris, tetapi sering diterjemahkan kedalam bahasa-bahasa Negara
Muslim. Diantara karya-karyanya adalah:
1.
Islam and
Western Society: A Refutation of the Modern Way of Life,
2.
Islam and
Orientalis,
3.
Islam in Theory and Practice,
4.
'Islam and
the Muslim Woman Today.
Sejumlah
karyanya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia diantaranya:
1.
Surat
menyurat Maryam Jameela dengan Maududi (Mizan: 1984).
2.
Islam
Dalam Kancah Modernisasi (Riasalah; 1985).
3.
Menjemput
Islam (al-Bayan; 1992).
Buku
ini merupakan kumpulan surat menyurat Maryam Jameela dengan keluarganya. Buku
ini merekam pergulatan batin dan penderitaan intelektual seorang wanita dalam
menghadapi lingkungan temat dia dilahirkan dan dibesarkan.
4.
Para
Mujahid Agung (Mizan; 1993).
Berisi
uraian tentang perjalanan hidup para tokoh diantaranya Hasan al-banna (Mesir),
Muhammad bin Abdul Wahab (Arab Saudi), Imam Mahdi (Sudan), Sanusi (Libya), dan
Badi’u Zaman Said Nursi (Rusia).
5.
Ditepi
Jalur Gaza: Kisah Pengusi Palestina (Mizan; 1993).
Bercerita
seputar tragedi pendirian Negara Israel menampilkan kegigihan perlawanan dan
ketegaran bangsa Palestina secara mengesankan.
6.
Islam dan
Orientalisme (Raja Grafindo Persada, 1997)
Berisi
tentang pandangan berbagai kalangan tentang Islam, seperti pandangan
Orientalis, pakar Kristen, pakar Yahudi, pakar Sosiologi, pakar Sekuralis,
pakar Humanis, pakar Modernis, dan rencana-rencana buruk Orientalisme.
C.
Pemikiran-Pemikiran
Maryam Jameela
Sebagai
seorang sahabat dan murid al-Maududi, pemikiran Maryam tidak berbeda banyak
dengan pikiran gurunya.
Didalam tulisan-tulisannya dia banyak mengkritik para Modernis baik dari
kalangan Islam sendiri maupun Barat, yang menurutnya bersebrangan dengan
tradisi ajaran Islam.
Adapun diantara
tumpahan-tumpahan pemikiran Maryam Jameela asalah sebagai berikut:
1.
Islam dan
Modernisasi/ Masyarakat Barat
Banyak dari tulisan Maryam Jameela yang ditujukan
melawan pengaruh kuat barat terhadap masyarakat-masyarakat Muslim serta masalah
Reformasi Islam reaksinya terhadap kehidupan barat modern sangat mempengaruhi
sikapnya terhadap semua bentuk reformasi religious. Ia adalah seorang
tradisionalis yang kukuh menentang mereka yang merusakkan pandangannya tentang
“Islam Clasical” atau mungkin lebih teaptnya “tradisi islam”. bagi Jemeela masa
lalu bukan untuk dikritik atau untuk dimodifikasi secara substantive tetapi
secara mnyeluruh dirangkul. Ia percaya bahwa keseluruhan tradisi Islam adalah
selembar kain yang utuh yang tidak bisa disentuh atau dirubah.
Jameela
bersikap kritis terhadap para reformis pramodern maupun modern. Walaupun ia
memiliki rasa hormat dan kekaguman terhadap Muhammad ibn Abdul Wahab reformis
besar Islam pramodern dan salah seorang pendiri dari gerakan yang menjadi awal
dari Negara Saudi Arabia, ia tidak dapat menerima penolakan Abdul Wahab
terhadap aspek-aspek tradisi Islam dan larangan terhadap Sufisme (mistisme
Islam) sebagai penyebab kemunduran muslim. Ia benar-benar menolak semua
modernis Islam yang mengatakan kemunduran dan kemandegan Islam dikarenakan
ketaatan yang tidak kritis (taqlid) terhadap ajaran-ajaran masa lalu dan ajakan
mereka terhadap reinterpretasi (ijtihad).
Kritik
Jameela yang banyak itu ditunjukkan pada para modernis Islam maupun sekuler
yang semuanya bersalah atas pemujaan barat. Kalau yang sekuar memisahkan agama
dari kehidupan masyarakat, yang modern Islam ditolak karena telah mewesternisasi
Islam.
Di
dalam karyanya Islam and Modernis, Ia mengkritik para modernis muslim
semuanya dicela dan dikutuk karena menjadi bid’ah maupun menjadi sekutu
Kristen. Kritikan itu seara khusus ditujukan kepada Amir Ali (Muslim Sy’ah
India, penulis The Spirit of Islam) dan Muhammad Abduh. Bagi jameela
yang baginya Islam tradisional itu bener-bener cukup dan memenuhi, Abduh adalah
alat penjajah Eropa karena membuka pintu asimilasi pemikiran dan budaya barat.
Selain
itu, didalam artikel-artikelnya Jameela Jameela pendapat Ziya Gokalp (Ahli
Sosiologi Turki) yang mengatakan bahwa nasionalisme dan sekularisme sesuai
dengan Islam. ia juga menolak pendapat Sir Sayid Ahmad Khan (tokoh pembaharu di
India) yang mementingkan ilmu pengetahuan dan filsafat Eropa abad ke-19. Ia
menentang ula presiden Tunisia, Habib Bourguiba (memerintah tahun 1957-1987),
yang menyatakan bahwa puasa bulan Ramadhan meruakan penghalang bagi pembangunan
ekonomi Tunisia.
2.
Modernisasi
dan Westernisasi
Bagi
Maryam Jameela, masalah modernisasi dan perubahan adalah pemberhalaan baru
memukul jantung hati Islam. Maryam percaya bahwa modernisasi berarti
westernisasi dan didalamnya ada evolusi relatifisme dan sekularisme. Bagi
Maryam Jemeela peradaban barat modern terlahir sebagai perpeduan antara
ideology sakular Kristen post reformasi (sekularisme Kristen) dan nasionalisme
sempit tradisi Yahudi. Pemahaman dan analisanya tentang modernisasi berdasarkan
pada fakta bahwa kesejarahan Kristen dan imperialism budaya dan politik tidak
terpisahkan. Penekanan yang terlalu berat terhadap perubahan inovasi dan
pembaharuan sebagai kebaikan paling tinggi sama halnya dengan kebencian
terhadap masa lalu dan tradisi. Jadi, modernisasi bukanlah jalan menuju
pembangunan dan keberhasilan yang lebih besar tetapi suatu pengrusakan terhadap
budaya asli menuju bunuh diri budaya. Ini mengakibatkan generasi penerima yang
pasif danbukan pemberi karena kurang inisiatif dan cenderung hanya meniru
daripada mencipta dan menymbangkan sesuatu yang orisinil.
Jameela
cenderung untuk menyamakan Modernsasi dengan Westernisasi. Modernitas,
modernisasi, dan modernism bukan sekedar fenomenal yang global universal,
tetapi, ia percaya, memang benar-benar barat dan maknanya adalah : “Imperialism
Barat lama yang sama dibawah topeng baru yang menipu”, ancaman langsung pada
inti nilai-nilai hidup, agama, dan budaya komunitas muslim, menimbulkan rasa
rendah diri dan benci diri (religious, cultural, dan historis).
Jameela
membedakan antara “Jalan Lurus Islam” dan kehidupan umat muslim, antara
cita-cita dan realitas, serta dengan sedihnya menyimpulkan bahwa “Kebanyakan
Muslim sebenarnya tidak bisa dibedakan dalam tingkah laku dan perbuatannya dari
orang-orang non Muslim”. Demikian halnya Negara-negara Muslim telah
mengkhianati jatidiri mereka dan menjadi budak barat. Sejarah Negara-negara
mayoritas Muslim tidak lagi mempunyai hubungan penting dengan Islam tapi hanya
jadi kepanjangan barat dan dominasi totalnya.
Bagi
Jameela, seprti sebagian besar aktivis Islam sekarang ini, Masuknya budaya
Barat ini lebih jahat dan merusak daripada daripada dominai politiknya. Ia
menggambarkan ketergantungan Muslim pada Barat sebagai bentuk perbudakan budaya
yang sangat terkait dengan ketergantungan politik.
Lebih
jauh lagi, Jameela memandang bahwa Gerakan Modernis di dunia Islam mengalami
kegagalan. Kegagalan itu bukan karena pola pemikiran yang terkenal dalam
tradisi pola pemikiran Arab, bukan karena sistem pendidikan (Umat muslim) yang
kuno dan juga bukan karena anggapan bahwa dunia Islam belum mendapatkan
pengaruh barat dalam jangka waktu cukup lama. Sebabnya justru terletak pada
ketidak mungkinan untuk dipadukannya dua cara berikir yang secara diamerik
berlawanan (Islam dan Barat). Ketidak cocokan tidak dapat diubah menjadi kecocokan
tanpa melenyapkan ketidakjujuran intelektual, pemikiran mendua dan kemunafikan.
3.
Para
Minoritas
Meskipun
bersikap kritis terhadap Judaisme dan keKristenan, Maryam Jameela secara
konsisten menegaskan bahwa orang-orang Kristen dan Yahudi adalah ahli kitab (people
of the book) dan maka dari itu menikmati status khusus dalam Islam. dengan
keluasan semua minoritas agama berhak hidup aman dan terjamin dalam komunitas
keagamaan mereka. Tetapi, status yang yang diambilmnya adalah dari hokum Islam
klasik yaitu sebagai orang-orang yang dilindungi (dhimmi). Jadi walaupun
mereka bisa melaksanakan ajaran mereka, mendidik anak-anak mereka, dan diatur
dalam masalah-masalah keagamaan oleh pemimin-pemimpin agama dan hokum mereka,
kelompok minoritas dilarang memegang posisi strategis dalam pemerintahan.
4.
Ulama’ dan
Para Cerdik Cendekia
Berbeda
dengan banyak reformis yang menumpahkan banyak kesalahan atas kemalangan Islam
dan para Muslim di kaki para ulama, Maryam Jameela adalah salah satu dari
pembela ulama yang gigih. Ia menjujungtinggi peran historis merekasebagai para
sarjana Islam dan pembela agama serta menolak kritik-kritik para reformis
sekuler maupun islam. jameela menggambarkan ulama tidak hanya sebagai sarjana
yang taat yang menyampaikan dan menginterpretasikan hokum Islam tetapi juga
menjadi pembela Islam yang sering dengan sabarnya menanggung penganiayaan
pemimpin muslim yang tidak beriman.
Menurut
jameela, kaum intelaktual Muslim lebih baik mencurahkan erhatian mereka untuk
menemukan obat bagi penyakit paling akut yang menimp setiap Negara
Muslim—Kurukan modernism. Mereka harus tahu bahwa gerakan Modernis aslikita,
yang dengan slogan “Berubah dengan perubahan waktu’’ mengancam merusak setia
langkah keyakinan pada Qur’an dan Sunah, adalah ancaman yang bahkan lebih besar
dari pendudukan Zionis atas Palestina.
Tugas
utama kaum intelktual Muslim adalah menyangkal rasionalisme dan empirissisme
budaya barat pasca pencerahan modern terutama Nabi-nabinya seperti, Darwin,
Marx, dan Freud, yang semuanya harus ditolak. Ia menyatakan tantangan yang
berani. Sistem pendidikan harus ditransfer dari tantangan para ateis dan
materialis ke para guru dan reformis berorientasi Islam yang dididik dalam
budaya barat dan Islam. proses yang harus dipakai adalah penyangkalan dan Islamisasi.
Buku-buku sekolah yang dengan cermat menyangkal kekliruan-kekliruan barat dalam
filsafat, psikologi, ilmu ekonomi, dan antropologi, dan memberi titik pandang
Islam alternative, harus dibuat dalam bhasa-bahasa asli buknnya barat. Standar
Isam harus dipkai untuk merefisi atau meng-Islamkan tulisan-tulisan kaum
intelektual barat seperti Keynes, Freud, Jung, Adler, Karen, Horney, Margaret
Mead, dan Carleton Coon.
Mskipun
Maryam Jameela setuju dengan para reformis tentang pentingnya perubahanm dalam
pandangannya prosesnya seharusnya bukanlah proses reinterpretasi tetapi lebih
berua proses kembali dan penegasan lagi akan Islam tradisional,
sistemkeyakinan, praktik, dan institusi-institusi Islam itu yang ia percaya
membimbing orang Islam selama tiga belas abad. Maka ini haruslah jadi
landasanatau dasar bagi reformasi masyarakat-masyarakat Muslim. Seperti halnya
al-Ghazali dan Ibn Taimiyah menjawab para filsuf dan rasionalis di zamannya
yang mencoba membuat “merek baru islam”, maka begitu juga apa yang dunia Islam
yang sekarang ini perlukan di atas segalanya adalah al-Gazali modern dan Ibn
Taimiyah modern untuk menyangkal hantu kemajuan dan perubahan.
5.
Perempuan
Masalah
perempuan Islam dan peran mereka dalam masyarakat menjadikan mereka contoh utma
bagi perhatian dan pembelaan Maryam Jameela terhadap Islam melawan pengaruh
barat dan juga elit muslim. Status dan peran perempuan telah menjadi nilai dan
perhatian utama dalam sejarah dan masyarakat Islam. arti penting ini tercermin
dalam hokum keluarga Muslim (perkawinann perceraian dan warisan) yang menjadi
jantung hokum Islam (syari’ah).
Perlakuan
jameela terhadap Islam dan perempuan selama ini konsisten dan gigih. Mulai
tahun 1976 ia membicarakan feminis barat dan juga perempuan Islam. dengan
menggabungkan kesetiaan pada visinya tentang islam klasic dan kebenciannya
terhadap reformis Modern sebagai produk dari pelaku westernisasi Muslim. Memang
ia sungguh-sungguh memulai pembuktian keunggulan ajaran-ajaran Islam tentang
poligami, perceraian, dan perdah (Pemisahan jenis kelamin). Dengan menuduh
bahwa undang-undang keluarga telah dirusak di banyak Negara Muslim, Jameela
menyebut reformasi sebagai terbudaknya mental terhadap nilai-nilai peradaban
Barat. Ia berisi keras bahwa kebencian barat terhada purdah disebabkan oleh
sifat kontradiksi antara Islam dan sekularisme barat dan khususnya tingginya
individualism yang mendominasi masyarakat modern sampai tingkat dimana perzinaan
dianggap tidak buruk salma sekali. Kritik-kritik modern (barat dan Muslim) yang
sama terhadap purdah ditolak dengan crara yang mirip karena menganjurkan
reformasi yang berdasar pada nilai-nilai budaya yang sesat yang benar-benar
mengacaukan peran pria dan perempuan.
Jameela
menolak mereka yang berusaha membebaskan perempuan dengan menghapuskan jilbab
atau yang menganjurkan pendidikan campur pria perempuan, pemberian haksuara,
kerja di luar rumah, dan partisipasi perempuan di kehidupan public sebagai
menyebarkan kemodernan, cita-cita barat yang menganggap kehormatan dan respek
bukan berasal dari dipenuhinya peran tradisional (Islam) perempuan sebagai
istri atau ibu tetapi berasal dari kemampuan perempuan Modern (Barat) untuk
melakukan dengan berhasil fungsi-fungsi pria dan dalam waktu yang sama
mempertontonkan kecantikan fisiknya. Ia percaya pemikiran-pemikiran seperti itu
berawanan dengan Islam dimana peran seorang perempuan bukanlah kotak suara
tetapi pemeliharaan rumah dan keluarga. sedangkan para pria adalah actor-aktor
di panggung sejarah, fungsi perempuan adalah untuk menjadi pembantu pria yang
tersembunyi dari andangan umum dibalik layar.
Jameela
meninjau pengaruh gerakan feminis barat dan secara selektif mengutip komentator
barat seperti Max Lerner “Ketika hidup di suatu masyarakat Babilonia” untuk
mendukung kesimpulannya bahwa konsekuansi-konsekuensi social gerakan feminis
dan idenya yang disebut “emansipasi perempuan” adalah epidemic kejahatan,
ingkar hokum dan diturutkannya keinginan terhadap seks haram sebagai akibat
dari benar-benar hancurnya keluarga.
D.
Analisis
Kritis
Maryam
Jameela merupakan sosok yang unik. Waktu kecil ia hidup di dunia Barat
dibesarkan oleh keluarganya yang merupakan penganut Yahudi. Ketika sekolah ia
juga diajari doktrin-doktrin Yahudi yang isinya memojokkan Islam. Dengan
kondisi social dan juga pendidikannya yang seperti itu anehnya Jameela tidak
begitu saja terpengaruh dengan segala hal yang ada. Ia selalu kritis terhadap
segala sesuatu yang menurutnya ganjil. Ini merupakan suatu pendirian Jameela
yang jarang dimiliki oleh para Orientalis bahkan non-orientalis ataupun uman
Islam sendiri. Kebanyakan mereka mudah begitu saja tergiur dengan isu-isu yang
beredar di lingkungannya tanpa memandang sesuatu yang autentik dari isu
tersebut.
Jameela
selalu vocal terhadap perubahan-perubahan kaum muslim, terutama perubahan yang
menuju westernisasi. Sikap Jameela ini menunjukkan kefrustasiannya terhadap
kaum Muslim yang dulu mandiri dengan segala akhlaq, ibadah, kemasyarakatan
bahkan politiknya, namun sekarang arah peradaban berubah pada westernisasi.
Menurut Jameela Islam harus menjaga identitasnya dari pengaruh-pengaruh Barat,
dengan cara berpegang pada Islam trdisionalis. Perkembangan pemikiran boleh
saja terjadi akan tetapi Identitas Musim harus selalu dijaga. Hal ini merupakan
upaya protektif jameela yang seharusnya dimiliki oleh para cendikiawan Muslim
yang sering mempelajari lintas budaya antara Islam dan Barat.
Disisi
lain pemikiran jameela yang menguatkan Islam tradisionalnya terlihat begitu
kaku. Terutama pada penggunaan hukum Islam, seperti halnya larangan negara
sekuer dan peran wanita. Dalam hal itu, kelihatannya Jameela tidak
memapertimbangkan pemhaman kontekstual, dimana latar belakang sosial munculnya
hokum awal dengan latar belakang social atau tempat dimna hokum yang akan
diterapkan tidak sama. Mungkin jameela memahami Hukum Islam sebagai hokum yang
bersifat universal dan seharusnya mampu diterapkan pada konteks apapun. Akan
tetapi ketika hal itu diterapkan yang muncul adalah kepincangan pemahaman atau
malah pemahaman terhada hokum tersebut yang tidak universal. Sehingga Hal ini
menjadikan Islam terlihat kaku dalam bersikap.