Kamis, 29 November 2012

ASLI GRATIS!!!!!!!!!!!!! G' PERCAYA???????????????? SILAHKAN BUKTIKAN


FREE DOWNLOAD BUKU2 ISLAMI 
DI SINI 
KAMUS AL- MUNAWWIR DJVIEW GRATIS 
DI SINI 

menginginkan software kamus munawwir Arab Inggris Indonesia silahkan klik 
DI SINI 

Rabu, 28 November 2012

ORIENTALIS "MARYAM JAMEELA"



Maryam Jameela

A.      Biografi
Maryam  Jameela lahir pada tanggal 23 Mei 1934. Dia berasal dari keluarga Yahudi Amerika yang dibesarkan di Westchester, kota kecil yang makmur daerah kota pinggiran New York. Ayahnya Herbert S. Marcus adalanh seorang pengusaha dia memberi nama Maryam jameela kecil dengan nama Margaret dengan panggilan Peggy.
Margareth kecil sangat menyukai musik, terutama simphoni dan klasik. Prestasinya pada mata pelajaran musik pun cukup membanggakan karena selalu mendapatkan nilai tertinggi di kelas. Hingga suatu hari dia mendengarkan musik Arab di radio, dan langsung jatuh hati. Kian hari dirinya makin menyukai jenis musik ini. Margareth pun tak sungkan meminta kepada ibunya agar dibelikan rekaman musik Arab di sebuah toko milik imigran Suriah. Sampai akhirnya, dia mendengar tilawah Alquran dari sebuah masjid yang berada tak jauh dari tempat tinggalnya di kota New York.
Margareth merasa ada kemiripan bahasa antara  musik Arab dan Al-Quran tadi. Akan tetapi, yang didengarnya di masjid, jauh lebih merdu. Sehingga, demi untuk menikmati keindahan lantunan ayat-ayar Alquran itu, Margaret kecil rela menghabiskan waktu untuk duduk di depan masjid. Ketika beranjak dewasa, barulah Margareth mengetahui bahwa pelantun irama yang merdu dan telah membuainya semenjak kecil, adalah pemeluk agama Islam. Sedikit demi sedikit dia lantas berusaha mencari informasi tentang Islam, tanpa pretense apapun terhadap agama ini. Persinggungan yang semakin intens dengan Islam baru terjadi saat menempuh pendidikan di New York University. Usianya 18 tahun kala itu. Pada tahun keduanya, Margareth mengikuti mata kuliah Judaism in Islam karena ingin mempelajari Islam secara formal. Setiap perkuliahan, sang dosen kerap menjelaskan bahwa Islam merupakan agama yang diadopsi dari agama Yahudi. Segala yang baik dalam Islam pada dasarnya berasal dari kitab Perjanjian Lama, Talmud dan Midrash. Tak jarang pula diputar film-film tentang propaganda Yahudi. Intinya, yang dipaparkan di ruang kuliah sering kali menunjukkan inferioritas Islam dan umat Muslim.
Akan tetapi, Margareth tidak begitu saja termakan indoktrinasi ini. Dia merasa ada yang aneh dengan segala penjelasan tadi karena terkesan menyudutkan. Dirinya merasa tertantang untuk membuktikan bahwa segala yang diterimanya di perkuliahan ini lebih bernuansa kebencian kepada Islam.[1]
Margareth menyediakan waktu, pikiran dan tenaga yang cukup panjang untuk mempelajari Islam secara mendalam, sekaligus membandingkannya dengan ajaran Yahudi. Apa yang terjadi? Dia justru banyak melihat kekeliruan dalam agama Yahudi, sebaliknya menemukan kebenaran dalam Islam.
Sejumlah buku bacaan mengilhaminya untuk memperdalam Islam, diantaranya terjemahan al-Qur’an karya Marmaduke pickthal dan buku karya Allamah Muhammad Asad berjudul The Road to Mecca (jalan ke Mekah) dan Islam at the Crossroad (Islam di Persimpangan Jalan) yang dijadikan sebagai dasar melanjutkan kariernya dibidang penulisan.[2]
Untuk memeperoleh pengetahuan yang mendalam tentang Islam, ia tidak puas hanya mempelajari buku-buku pelajaran yang ada di perpustakaan. Ia lalu melakukan surat menyurat dengan kaum muda dan para tokoh islam dari Arab dan Pakistan agar mendapat informasi lebih mendalam tentang peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi di dunia Islam. selam amelakukan kontak surat menyurat secara luas, ia menjadi akrab dengan karya tulis Abu A’la al-Maududi. Sejak desember 1960 korespondensi diantara keduanya berjalan teratur.
Pada tanggal 24 mei 1961, Margaret Marcus menjadi Muslimah dengan membaca syahadat dan memakai nama Maryam Jameela.[3] Ia masuk Islam di Islamic Mission di Broklin, New York dengan dituntun Syekh Daud Ahmad Faisal dan disaksikan Kadijah Faisal dan Balquis Muhammad. Seperti tertera dalam buku Islam and Orientalism, sebenarnya keinginan menjadi mualaf sudah lahir sejak dahulu lagi, akan tetapi dia selalu dihalang oleh keluarganya. Mereka menakut-nakutnya dengan mengatakan bahawa umat Islam tidak akan bersedia menerimanya kerana berasal daripada keturunan Yahudi. Namun, Margareth tidak gentar, dan dia mampu membuktikan bahawa apa yang dikatakan keluarganya tidak benar sama sekali. Umat Muslim sebaliknya menyambutnya dengan baik sekali.
Karena ketidak cocokannya dengan budaya masyarakat Amerika dan keinginannya untuk mendaat pekerjaan akhirnya pada tahun 1962 ia menerima tawaran al-maududi untuk pindah ke Pakistan. Di Sana ia menetap di Lahore sebagai anggota keluarga Maududi. Pada tahun 1963, ia menikah dengan Muhammad Yusuf Khan seorng pengurus harian Jemaat Islamiyahnya al-Maududi. Ia menjadi istri kedua, dan dari pernikahannya ia mempunyai empat anak.
Sejak menetap di Pakistan, Maryam menghasilkan sejumlah karya yang berpengaruh, termasuk dalam menerjemahkan ideologi Jamaati Islami dengan bahasa yang sistematis sehingga diterima secara luas. Meski tidak secara formal terlibat dalam partai itu, Maryam adalah salah satu pembela paling gigih terhadap paham dan ideologi Jamaati Islami.[4]

B.       Tulisan-tulisan Maryam Jameela
Maryam Jameela mulai karir sebagai pembela Islam (muslim apologist) yang berbicara pada dunia Islam maupun Barat. Buku , artikel dan tinjauannya ditulis dalam bahasa Inggris, tetapi sering diterjemahkan kedalam bahasa-bahasa Negara Muslim. Diantara karya-karyanya adalah:
1.       Islam and Western Society: A Refutation of the Modern Way of Life,
2.       Islam and Orientalis,
3.        Islam in Theory and Practice,
4.       'Islam and the Muslim Woman Today.
Sejumlah karyanya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia diantaranya:[5]
1.       Surat menyurat Maryam Jameela dengan Maududi (Mizan: 1984).
2.       Islam Dalam Kancah Modernisasi (Riasalah; 1985).
3.       Menjemput Islam (al-Bayan; 1992).
Buku ini merupakan kumpulan surat menyurat Maryam Jameela dengan keluarganya. Buku ini merekam pergulatan batin dan penderitaan intelektual seorang wanita dalam menghadapi lingkungan temat dia dilahirkan dan dibesarkan.
4.       Para Mujahid Agung (Mizan; 1993).
Berisi uraian tentang perjalanan hidup para tokoh diantaranya Hasan al-banna (Mesir), Muhammad bin Abdul Wahab (Arab Saudi), Imam Mahdi (Sudan), Sanusi (Libya), dan Badi’u Zaman Said Nursi (Rusia).
5.       Ditepi Jalur Gaza: Kisah Pengusi Palestina (Mizan; 1993).
Bercerita seputar tragedi pendirian Negara Israel menampilkan kegigihan perlawanan dan ketegaran bangsa Palestina secara mengesankan.
6.       Islam dan Orientalisme (Raja Grafindo Persada, 1997)[6]
Berisi tentang pandangan berbagai kalangan tentang Islam, seperti pandangan Orientalis, pakar Kristen, pakar Yahudi, pakar Sosiologi, pakar Sekuralis, pakar Humanis, pakar Modernis, dan rencana-rencana buruk Orientalisme.

C.       Pemikiran-Pemikiran Maryam Jameela
Sebagai seorang sahabat dan murid al-Maududi, pemikiran Maryam tidak berbeda banyak dengan pikiran gurunya.[7] Didalam tulisan-tulisannya dia banyak mengkritik para Modernis baik dari kalangan Islam sendiri maupun Barat, yang menurutnya bersebrangan dengan tradisi ajaran Islam.
Adapun diantara tumpahan-tumpahan pemikiran Maryam Jameela asalah sebagai berikut:
1.       Islam dan Modernisasi/ Masyarakat Barat
Banyak  dari tulisan Maryam Jameela yang ditujukan melawan pengaruh kuat barat terhadap masyarakat-masyarakat Muslim serta masalah Reformasi Islam reaksinya terhadap kehidupan barat modern sangat mempengaruhi sikapnya terhadap semua bentuk reformasi religious. Ia adalah seorang tradisionalis yang kukuh menentang mereka yang merusakkan pandangannya tentang “Islam Clasical” atau mungkin lebih teaptnya “tradisi islam”. bagi Jemeela masa lalu bukan untuk dikritik atau untuk dimodifikasi secara substantive tetapi secara mnyeluruh dirangkul. Ia percaya bahwa keseluruhan tradisi Islam adalah selembar kain yang utuh yang tidak bisa disentuh atau dirubah.
Jameela bersikap kritis terhadap para reformis pramodern maupun modern. Walaupun ia memiliki rasa hormat dan kekaguman terhadap Muhammad ibn Abdul Wahab reformis besar Islam pramodern dan salah seorang pendiri dari gerakan yang menjadi awal dari Negara Saudi Arabia, ia tidak dapat menerima penolakan Abdul Wahab terhadap aspek-aspek tradisi Islam dan larangan terhadap Sufisme (mistisme Islam) sebagai penyebab kemunduran muslim. Ia benar-benar menolak semua modernis Islam yang mengatakan kemunduran dan kemandegan Islam dikarenakan ketaatan yang tidak kritis (taqlid) terhadap ajaran-ajaran masa lalu dan ajakan mereka terhadap reinterpretasi (ijtihad).
Kritik Jameela yang banyak itu ditunjukkan pada para modernis Islam maupun sekuler yang semuanya bersalah atas pemujaan barat. Kalau yang sekuar memisahkan agama dari kehidupan masyarakat, yang modern Islam ditolak karena telah mewesternisasi Islam.
Di dalam karyanya Islam and Modernis, Ia mengkritik para modernis muslim semuanya dicela dan dikutuk karena menjadi bid’ah maupun menjadi sekutu Kristen. Kritikan itu seara khusus ditujukan kepada Amir Ali (Muslim Sy’ah India, penulis The Spirit of Islam) dan Muhammad Abduh. Bagi jameela yang baginya Islam tradisional itu bener-bener cukup dan memenuhi, Abduh adalah alat penjajah Eropa karena membuka pintu asimilasi pemikiran dan budaya barat.[8]
Selain itu, didalam artikel-artikelnya Jameela Jameela pendapat Ziya Gokalp (Ahli Sosiologi Turki) yang mengatakan bahwa nasionalisme dan sekularisme sesuai dengan Islam. ia juga menolak pendapat Sir Sayid Ahmad Khan (tokoh pembaharu di India) yang mementingkan ilmu pengetahuan dan filsafat Eropa abad ke-19. Ia menentang ula presiden Tunisia, Habib Bourguiba (memerintah tahun 1957-1987), yang menyatakan bahwa puasa bulan Ramadhan meruakan penghalang bagi pembangunan ekonomi Tunisia.[9]
2.       Modernisasi dan Westernisasi
Bagi Maryam Jameela, masalah modernisasi dan perubahan adalah pemberhalaan baru memukul jantung hati Islam. Maryam percaya bahwa modernisasi berarti westernisasi dan didalamnya ada evolusi relatifisme dan sekularisme. Bagi Maryam Jemeela peradaban barat modern terlahir sebagai perpeduan antara ideology sakular Kristen post reformasi (sekularisme Kristen) dan nasionalisme sempit tradisi Yahudi. Pemahaman dan analisanya tentang modernisasi berdasarkan pada fakta bahwa kesejarahan Kristen dan imperialism budaya dan politik tidak terpisahkan. Penekanan yang terlalu berat terhadap perubahan inovasi dan pembaharuan sebagai kebaikan paling tinggi sama halnya dengan kebencian terhadap masa lalu dan tradisi. Jadi, modernisasi bukanlah jalan menuju pembangunan dan keberhasilan yang lebih besar tetapi suatu pengrusakan terhadap budaya asli menuju bunuh diri budaya. Ini mengakibatkan generasi penerima yang pasif danbukan pemberi karena kurang inisiatif dan cenderung hanya meniru daripada mencipta dan menymbangkan sesuatu yang orisinil.
Jameela cenderung untuk menyamakan Modernsasi dengan Westernisasi. Modernitas, modernisasi, dan modernism bukan sekedar fenomenal yang global universal, tetapi, ia percaya, memang benar-benar barat dan maknanya adalah : “Imperialism Barat lama yang sama dibawah topeng baru yang menipu”, ancaman langsung pada inti nilai-nilai hidup, agama, dan budaya komunitas muslim, menimbulkan rasa rendah diri dan benci diri (religious, cultural, dan historis).
Jameela membedakan antara “Jalan Lurus Islam” dan kehidupan umat muslim, antara cita-cita dan realitas, serta dengan sedihnya menyimpulkan bahwa “Kebanyakan Muslim sebenarnya tidak bisa dibedakan dalam tingkah laku dan perbuatannya dari orang-orang non Muslim”. Demikian halnya Negara-negara Muslim telah mengkhianati jatidiri mereka dan menjadi budak barat. Sejarah Negara-negara mayoritas Muslim tidak lagi mempunyai hubungan penting dengan Islam tapi hanya jadi kepanjangan barat dan dominasi totalnya.
Bagi Jameela, seprti sebagian besar aktivis Islam sekarang ini, Masuknya budaya Barat ini lebih jahat dan merusak daripada daripada dominai politiknya. Ia menggambarkan ketergantungan Muslim pada Barat sebagai bentuk perbudakan budaya yang sangat terkait dengan ketergantungan politik.[10]
Lebih jauh lagi, Jameela memandang bahwa Gerakan Modernis di dunia Islam mengalami kegagalan. Kegagalan itu bukan karena pola pemikiran yang terkenal dalam tradisi pola pemikiran Arab, bukan karena sistem pendidikan (Umat muslim) yang kuno dan juga bukan karena anggapan bahwa dunia Islam belum mendapatkan pengaruh barat dalam jangka waktu cukup lama. Sebabnya justru terletak pada ketidak mungkinan untuk dipadukannya dua cara berikir yang secara diamerik berlawanan (Islam dan Barat). Ketidak cocokan tidak dapat diubah menjadi kecocokan tanpa melenyapkan ketidakjujuran intelektual, pemikiran mendua dan kemunafikan.[11]
3.       Para Minoritas
Meskipun bersikap kritis terhadap Judaisme dan keKristenan, Maryam Jameela secara konsisten menegaskan bahwa orang-orang Kristen dan Yahudi adalah ahli kitab (people of the book) dan maka dari itu menikmati status khusus dalam Islam. dengan keluasan semua minoritas agama berhak hidup aman dan terjamin dalam komunitas keagamaan mereka. Tetapi, status yang yang diambilmnya adalah dari hokum Islam klasik yaitu sebagai orang-orang yang dilindungi (dhimmi). Jadi walaupun mereka bisa melaksanakan ajaran mereka, mendidik anak-anak mereka, dan diatur dalam masalah-masalah keagamaan oleh pemimin-pemimpin agama dan hokum mereka, kelompok minoritas dilarang memegang posisi strategis dalam pemerintahan.
4.       Ulama’ dan Para Cerdik Cendekia
Berbeda dengan banyak reformis yang menumpahkan banyak kesalahan atas kemalangan Islam dan para Muslim di kaki para ulama, Maryam Jameela adalah salah satu dari pembela ulama yang gigih. Ia menjujungtinggi peran historis merekasebagai para sarjana Islam dan pembela agama serta menolak kritik-kritik para reformis sekuler maupun islam. jameela menggambarkan ulama tidak hanya sebagai sarjana yang taat yang menyampaikan dan menginterpretasikan hokum Islam tetapi juga menjadi pembela Islam yang sering dengan sabarnya menanggung penganiayaan pemimpin muslim yang tidak beriman.[12]
Menurut jameela, kaum intelaktual Muslim lebih baik mencurahkan erhatian mereka untuk menemukan obat bagi penyakit paling akut yang menimp setiap Negara Muslim—Kurukan modernism. Mereka harus tahu bahwa gerakan Modernis aslikita, yang dengan slogan “Berubah dengan perubahan waktu’’ mengancam merusak setia langkah keyakinan pada Qur’an dan Sunah, adalah ancaman yang bahkan lebih besar dari pendudukan Zionis atas Palestina.
Tugas utama kaum intelktual Muslim adalah menyangkal rasionalisme dan empirissisme budaya barat pasca pencerahan modern terutama Nabi-nabinya seperti, Darwin, Marx, dan Freud, yang semuanya harus ditolak. Ia menyatakan tantangan yang berani. Sistem pendidikan harus ditransfer dari tantangan para ateis dan materialis ke para guru dan reformis berorientasi Islam yang dididik dalam budaya barat dan Islam. proses yang harus dipakai adalah penyangkalan dan Islamisasi. Buku-buku sekolah yang dengan cermat menyangkal kekliruan-kekliruan barat dalam filsafat, psikologi, ilmu ekonomi, dan antropologi, dan memberi titik pandang Islam alternative, harus dibuat dalam bhasa-bahasa asli buknnya barat. Standar Isam harus dipkai untuk merefisi atau meng-Islamkan tulisan-tulisan kaum intelektual barat seperti Keynes, Freud, Jung, Adler, Karen, Horney, Margaret Mead, dan Carleton Coon.[13]
Mskipun Maryam Jameela setuju dengan para reformis tentang pentingnya perubahanm dalam pandangannya prosesnya seharusnya bukanlah proses reinterpretasi tetapi lebih berua proses kembali dan penegasan lagi akan Islam tradisional, sistemkeyakinan, praktik, dan institusi-institusi Islam itu yang ia percaya membimbing orang Islam selama tiga belas abad. Maka ini haruslah jadi landasanatau dasar bagi reformasi masyarakat-masyarakat Muslim. Seperti halnya al-Ghazali dan Ibn Taimiyah menjawab para filsuf dan rasionalis di zamannya yang mencoba membuat “merek baru islam”, maka begitu juga apa yang dunia Islam yang sekarang ini perlukan di atas segalanya adalah al-Gazali modern dan Ibn Taimiyah modern untuk menyangkal hantu kemajuan dan perubahan.
5.       Perempuan
Masalah perempuan Islam dan peran mereka dalam masyarakat menjadikan mereka contoh utma bagi perhatian dan pembelaan Maryam Jameela terhadap Islam melawan pengaruh barat dan juga elit muslim. Status dan peran perempuan telah menjadi nilai dan perhatian utama dalam sejarah dan masyarakat Islam. arti penting ini tercermin dalam hokum keluarga Muslim (perkawinann perceraian dan warisan) yang menjadi jantung hokum Islam (syari’ah).[14]
Perlakuan jameela terhadap Islam dan perempuan selama ini konsisten dan gigih. Mulai tahun 1976 ia membicarakan feminis barat dan juga perempuan Islam. dengan menggabungkan kesetiaan pada visinya tentang islam klasic dan kebenciannya terhadap reformis Modern sebagai produk dari pelaku westernisasi Muslim. Memang ia sungguh-sungguh memulai pembuktian keunggulan ajaran-ajaran Islam tentang poligami, perceraian, dan perdah (Pemisahan jenis kelamin). Dengan menuduh bahwa undang-undang keluarga telah dirusak di banyak Negara Muslim, Jameela menyebut reformasi sebagai terbudaknya mental terhadap nilai-nilai peradaban Barat. Ia berisi keras bahwa kebencian barat terhada purdah disebabkan oleh sifat kontradiksi antara Islam dan sekularisme barat dan khususnya tingginya individualism yang mendominasi masyarakat modern sampai tingkat dimana perzinaan dianggap tidak buruk salma sekali. Kritik-kritik modern (barat dan Muslim) yang sama terhadap purdah ditolak dengan crara yang mirip karena menganjurkan reformasi yang berdasar pada nilai-nilai budaya yang sesat yang benar-benar mengacaukan peran pria dan perempuan.
Jameela menolak mereka yang berusaha membebaskan perempuan dengan menghapuskan jilbab atau yang menganjurkan pendidikan campur pria perempuan, pemberian haksuara, kerja di luar rumah, dan partisipasi perempuan di kehidupan public sebagai menyebarkan kemodernan, cita-cita barat yang menganggap kehormatan dan respek bukan berasal dari dipenuhinya peran tradisional (Islam) perempuan sebagai istri atau ibu tetapi berasal dari kemampuan perempuan Modern (Barat) untuk melakukan dengan berhasil fungsi-fungsi pria dan dalam waktu yang sama mempertontonkan kecantikan fisiknya. Ia percaya pemikiran-pemikiran seperti itu berawanan dengan Islam dimana peran seorang perempuan bukanlah kotak suara tetapi pemeliharaan rumah dan keluarga. sedangkan para pria adalah actor-aktor di panggung sejarah, fungsi perempuan adalah untuk menjadi pembantu pria yang tersembunyi dari andangan umum dibalik layar.
Jameela meninjau pengaruh gerakan feminis barat dan secara selektif mengutip komentator barat seperti Max Lerner “Ketika hidup di suatu masyarakat Babilonia” untuk mendukung kesimpulannya bahwa konsekuansi-konsekuensi social gerakan feminis dan idenya yang disebut “emansipasi perempuan” adalah epidemic kejahatan, ingkar hokum dan diturutkannya keinginan terhadap seks haram sebagai akibat dari benar-benar hancurnya keluarga.[15]

D.      Analisis Kritis
Maryam Jameela merupakan sosok yang unik. Waktu kecil ia hidup di dunia Barat dibesarkan oleh keluarganya yang merupakan penganut Yahudi. Ketika sekolah ia juga diajari doktrin-doktrin Yahudi yang isinya memojokkan Islam. Dengan kondisi social dan juga pendidikannya yang seperti itu anehnya Jameela tidak begitu saja terpengaruh dengan segala hal yang ada. Ia selalu kritis terhadap segala sesuatu yang menurutnya ganjil. Ini merupakan suatu pendirian Jameela yang jarang dimiliki oleh para Orientalis bahkan non-orientalis ataupun uman Islam sendiri. Kebanyakan mereka mudah begitu saja tergiur dengan isu-isu yang beredar di lingkungannya tanpa memandang sesuatu yang autentik dari isu tersebut.
Jameela selalu vocal terhadap perubahan-perubahan kaum muslim, terutama perubahan yang menuju westernisasi. Sikap Jameela ini menunjukkan kefrustasiannya terhadap kaum Muslim yang dulu mandiri dengan segala akhlaq, ibadah, kemasyarakatan bahkan politiknya, namun sekarang arah peradaban berubah pada westernisasi. Menurut Jameela Islam harus menjaga identitasnya dari pengaruh-pengaruh Barat, dengan cara berpegang pada Islam trdisionalis. Perkembangan pemikiran boleh saja terjadi akan tetapi Identitas Musim harus selalu dijaga. Hal ini merupakan upaya protektif jameela yang seharusnya dimiliki oleh para cendikiawan Muslim yang sering mempelajari lintas budaya antara Islam dan Barat.
Disisi lain pemikiran jameela yang menguatkan Islam tradisionalnya terlihat begitu kaku. Terutama pada penggunaan hukum Islam, seperti halnya larangan negara sekuer dan peran wanita. Dalam hal itu, kelihatannya Jameela tidak memapertimbangkan pemhaman kontekstual, dimana latar belakang sosial munculnya hokum awal dengan latar belakang social atau tempat dimna hokum yang akan diterapkan tidak sama. Mungkin jameela memahami Hukum Islam sebagai hokum yang bersifat universal dan seharusnya mampu diterapkan pada konteks apapun. Akan tetapi ketika hal itu diterapkan yang muncul adalah kepincangan pemahaman atau malah pemahaman terhada hokum tersebut yang tidak universal. Sehingga Hal ini menjadikan Islam terlihat kaku dalam bersikap.

















[2]Tim penyusun, Suplemen Ensikloedi Islam 2. (Jakarta: PT. Ichtiar Baru, 2003), h. 46
[3]John L. Esposito, John O. Voll. Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer. Penerjemah Sugeng Hariyanto Dkk. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), h. 49
[5]Tim penyusun, Suplemen Ensikloedi Islam 2, h. 47
[6]Maryam Jameela, Isam dan Orientalisme, penerjemah Machnun Husain (Jakarta: Rajawali Pers, 1997), h. XXIII
[7]Tim penyusun, Suplemen Ensikloedi Islam 2, h. 47
[8]John L. Esposito, John O. Voll. Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer. Penerjemah Sugeng Hariyanto Dkk.., h. 52
[9]Tim penyusun, Suplemen Ensikloedi Islam 2, h. 47
[10]John L. Esposito, John O. Voll. Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer. Penerjemah Sugeng Hariyanto Dkk.., h. 57
[11]Maryam Jameela, Isam dan Orientalisme, penerjemah Machnun Husain .., h. 167
[12]John L. Esposito, John O. Voll. Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer. Penerjemah Sugeng Hariyanto Dkk.., h. 59
[13]Ibid.., h. 61
[14]Ibid., h. 62
[15]Ibid., h. 63

Rabu, 07 November 2012

hak cipta perspektif hukum di Indonesia dan Islam


hak cipta perspektif hukum di Indonesia dan Islam
A.    HAK CIPTA DAN HAK KREASI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA
Pada akhir-akhir ini sering terjadi pelanggaran hak cipta dalam bidang ilmu, seni, dan sastra (intelectual property). Pelanggaran terhadap hak cipta terutama yang berupa pembajakan buku-buku, kaset-kaset yang berisi music, lagu, film dari dalam dan luar negeri sudah tentu menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Tidak hanya menimpa kepada para pemegang hak cipta (pengarang, penerbit, pencipta musik/lagu, perusahaan film dan perusahaan rekaman kaset dan lain-lain), melainan juga Negara yang dirugikan karena tidak memperoleh pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh. Pembajakan terhadap intelectual property (karya ilmiah) dapat mematikan gairah kreatifitas para pecipta untuk berkarya yang sangat diperlukan untuk kecerdasan kehidupan bangsa.[1]
Demikian pula pembajakan hak cipta dapat merusak tatanan sosial, ekonomi, dan hukum di negara kita. Karena itu tepat sekali telah diundangkan UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang dimaksudkan untuk melindungi hak cipta dan membangkitkan semangat dan minat yang lebih besar untuk melahirkan ciptaan baru di bidang ilmu seni dan sastra.
Namun dalam pelaksanaan undang-undang tersebut masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta. Berdasarkan laporan dari berbagai Asosiasi Porfesi yang berkaitan dengan erat dengan hak cipta di bidang buku dan penerbitan, musik dan lagu, film dan rekaman video, dan komputer, bahwa pelanggaran terhadap hak cipta masih teyap berlangsung, bahkan semakin meluas sehingga sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan mengurangi kreativitas untuk mencipta, serta dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam arti seluas-luasnya.[2]
Karena itu lahirlah UU No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan materi UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta agar lebih mampu memberantas/ menangkal pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta.
Di bawah ini sedikit ilustrasi tentang perbandingan antara materi UU No. 6/1982 dan UU No. 7/1987 tentang Hak Cipta sebagai berikut:
UU No. 6 Tahun 1982
UU No. 7 Tahun 1987
1.      Masa berlaku Hak Cipta selama hidup dan 25 tahun setelah pencipta meninggal [pasal 26 (1)].



2.      Pelanggran hak cipta diancam hukuman dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda setinggi-tingginya lima juta rupiah [ pasal 44].
3.      Tindak pidana pelanggaran hak cipta dipandang sebagai delik aduan [pasal 45].
1.      Masa berlaku Hak Cipta ada yang selama hidup dan 25 tahun setelah pencipta meninggal, dan ada yang selama hidup dan 50 tahun setelah ia meninggal. [pasal 26 (1) dan (2) dan pasal 27 (1) dan (2)].
2.      Pelanggaran hak cipta diancam hukuman dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak seratus juta rupiah [pasal 44 (1)].
3.      Tindak pidana pelanggaran hak cipta sebagai delik biasa, sebab ketentuan pasal 45 UU No. 6/1982 dihapus.  

Dengan diklasifikasikannya pelanggaran terhadap hak cipta sebagai tindak pidana biasa, berarti bahwa tindakan negara terhadap para pelanggar hak cipta tidak lagi semata-mata didasarkan atas pengaduan dari pemegang hak cipta. Tindakan negara akan dilakuakan baik atas pengaduan pemegang hak cipta yang bersangkutan maupun atas dasar laporan atau informasi dari pihak lainnya. Karena itu aparatur penegak hukum diminta untuk  bersikap lebih aktif dalam mengatasi pelanggaran hak cipta itu.[3] Kedua undang-undang di atas diperbaharui lagi dengan dikeluarkannya UU No.19 Tahun 2002. Sanksi pelanggaran undang-undang hak cipta sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2002 pasal 72 adalah:
1.      Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 49 (1) dan ayat 2 (2) dipidana dengan penjara masing-masing paling singkat 1(satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah) atau dipidana penjara paling lama 7 ( tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2.      Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umumsuatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipidana dengan penjara paling lambat 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
B.      HAK CIPTA MENURUT PANDANGAN ISLAM
Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang mewajibkan menyebar luaskan ilmu dan ajaran ajaran agama seperti dalam surat Al-Maidah ayat 67, Yusuf ayat 108. Dan disamping itu terdapat pula beberapa ayat yang melarang (haram), mengutuk dan mengancm dengan adzab neraka pada hari akhirat nanti kepada orang-orang yang menyembunyikan ilmu, ajaran agama dan mengkomersilkan agama untuk kepentingan kehidupan dunia seperti Ali Imran ayat 187, Al-Baqarah ayat 159-160 dan ayat 174-175.[4]
Ke-5 ayat di atas memang berkenanan dengan Ahli Kitab, namun sesuai dengan kaidah hukum Islam
العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب
Yang dijadikan pegangan adalah keumuman lafalnya (redaksi) bukan kekhususan sebabnya
Maka peringatan dan ketentuan  hukum dari kelima ayat tersebut juga berlaku bagi umat Islam artinya umat Islam wajib menyampaikan ilmu dan ajaran agama (dakwah Islamiyah) kepada masyarakat dan haram menyembunyikan ilmu dan ajaran agama.[5] Demikian pula terdapat beberapa hadits yang senada dengan ayat Al-Qur’an tersebut, antara lain yang diriwayatkan Hakim dari Abu Hurairah:
من سئل عن مسلم فكتمه ألجم يوم القيامة بلجام من نار
Barang siapa ditanyai tentang sesuatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan diberi pakaian kendali pada mulutnya dari api neraka pada hari kiamat
Yang dimaksud dengan ilmu yang wajib dipelajari (fardlu ‘ain) dan wajib pula disebarkan ialah pokok-pokok ajaran islam tentang aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Di luar itu, hukumnya bisa berubah tergantung pada urgensinya bagi setiap individu dan umat.[6]
Mengenai hak cipta seperti karya tulis, menurut pandangan Islam tetap pada penulisnya, sebab karya tulis itu merupakan hasil usaha yang halal melalui kemampuan berpikir dan menulis sehingga karya tulis itu dilindungi hukum. Sehingga bisa dikenakan sanksi hukuman terhadap siapapun yang berani melanggar hak cipta seseorang.[7] Seseorang diberi hak untuk mempertahankan hak miliknya dari gangguan orang lain. Bahkan jika dia mati di dalam membela dan mempertahankan hak miliknya itu dipandang sebagai syahid, suatu penghargaan dari Allah[8]. Dalam hadits disebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو - رضى الله عنهما - قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ » .
Dan siapa yang dibunuh karena mempertahankan hartanya, maka ia mati syahid (HR. Bukhari) [9]
Islam sangat menghargai karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan agama dan umat, sebab itu termasuk amal shaleh yang pahalanya terus menerus bagi penulisnya, meskipun ia telah meninggal. Sebagaimana dalam hadits Nabi riwayat Bukhari dari Abu Hurairah:
اذا مات الانسان انقطع عمله الا من ثلاث صدقة جارية او علم ينتفع به او ولد صالح يدعو له
Ketika manusia meninggal maka seluruh amal perbuatanya terputus kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya dan anaj shalih yang mendoakanya.
Karena hak cipta merupakan hak milik pribadi, maka agama melarang oang yang tidak berhak (bukan pemilik hak cipta) menfotokopi, baik untuk kepentingan pribadi maupununtuk kepentingan bisnis. Demikian pula menterjemahkannya ke dalam bahasa lain dan sebagainya dilarang, kecuali dengan izin penulisnya atau penerbit yang diberiha untuk menerbitkannya.
Perbuatan memfotokopi, mencetak, menterjemahkan, membaca dan sebagainya terhadap karya tulis seseorang tanpa izin penulis sebagai pemilik hak cipta atau ahli warisnya yang sah atau penerbit yang diberi wewenang oleh penulisnya, adalah perbuatan tidak etis dan dilarang oleh islam. Sebab perbuatan semacan itu bisa termasuk kategori pencurian, kalau dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan diambil dari tempat penyimpanan karya tulis itu; atau disebut perampasan atau perampokan kalau dilakukan dengan terang-terangan dan kekerasan; atau pencopetan kalau dilakuan dengan sembunyi-sembunyi dan di luar tempat penyimpanannya yang semestinya; atau penggelapan/khianat kalau dilakukan dengan melanggar amanat/perjanjiannya, misalnya penerbit mencetak 10.000 eksemplar padahal menurut perjanjian hanya mencetak 5.000 eksemplar, atau ghasab kalau dilakukan dengan cara dan motif selain tersebut di atas.[10]
Adapun dalil-dalil syar’I yang dijadikan dasar melarang pelanggaran hak cipta dengan perbuatan-perbuatan tersebut di atas antara lain:
1.      Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 188
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ ........
188. dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil….
Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 29
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB
`tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿ
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Ayat di atas mengingatkan agar dalam memanfaatkan sumber-sumber kekayaan alam dan lingkungan itu, seseorang harus menghormati pula kepentingan serta milik orang lain. dengan kata lain, ia harus menempuh cara-cara yang sah dan halal dan tidak berlaku secara sembrono.
Allah melarang memakan harta sesama dengan cara bathil. Memakan harta secara bathil ini meliputi semua cara mendapatkan harta yang tidak diizinkan atau dibenarkan Allah. Diantarnya denga cara menipu, menyuap, semua bentuk jual beli yang haram dan mencuri.[11] Termasuk di dalamnya pencurian karya orang lain melalui pelanggaran hak cipta.
2.      Hadits Nabi riwayat Al-Darruquthni dari Anas (hadits marfu’)
لاَ يحلّ مال امرئ مسلم الا بطيب من نفسه
Tidak halal harta sorang muslim kecuali dengan kerelaan dirinya
Hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim di atas pada dasarnya memberikan ketegasan tentang kepemilikan pribadi seseorang yang tidak boleh dirampas atau diambil tanpa seizinnya.
3.      Hadits Nabi
أتدرون من المفلس؟ قالوا: المفلس فينا من لا درهم له ولا متاع. فقال: المفلس من امتى من يأتي يوم القيامة بصلاة وصيام وزكاة. ويأتى وقد شتم هذا وقذف هذا واكل مال هذا وسفك دم هذا وضرب هذا, فيعطى هذا من حسناته وهذا من حسناته. فان فنيت حسناته قبل ان يقضي ما عليه أخذ من خطاياهم فطرحت عليه ثم طرح فى النار
Nabi bertanya:“ apakah kamu tahu siapakah orang yang bangkrut itu?” jawab mereka (shahabat):” orang bangkrut dikalangan kita adalah orang yang sudah tidak punya uang dan barang sama sekali. ” kemudian Nabi bersabda: “sebenarnya orang yang bangkrut (amalnya) dari umatku itu adalah orang yang pada hari kiamat nanti membawa berbagai amalan yang baik, seperti sholat, puasa dan zakat. Dan iapun membawa pula berbagai amalan yang jelek, seperti memaki-maki, menuduh, memakan harta orang lain, membunuh dan memukul orang. Maka amalan-amalan baiknya diberikan kepada orang-orang yang pernah di zhalimi, dan apabila hal itu belum cukup memadai, maka amalan-amalan jelek dari mereka yang pernah di zhalimi itu ditransfer kepada si zhalim. Kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka.     
Ayat dan kedua hadits di atas mengingatkan umat Islam agar tidak memakai atau menggunakan hak orang lain dan tidak pula memakan harta orang lain kecuali dengan persetujuan. Dan pelanggaran terhadap orang lain termasuk hak cipta bisa termasuk kategori muflis, yakni orang yang bangkrut amalnya nanti di akhirat.
Islam menghormati hak milik pribadi, tetapi hak milik pribadi itu bersifat social, karena hak milik pribadi pada hakikatnya adalah hak milik Allah yang diamanatkan kepada orang yang kebetulan memlikinya. Karenanya, karya tulis itupun harus bisa dimanfaatkan oleh umat, tidak boleh dirusak, dibakar atau disembunyikan oleh pemiliknya.[12]
Penulis atau penerbit tidak dilarang oleh agama mencantumkam:” Dilarang mengutip dan atau memperbanyak dalam bentuk apapun bila tidak ada izin tertulis dari penulis atau penerbit”. Sebab pernyataan tersebut dilakukan hanya bertujuan untuk melindungi hak ciptanya dari usaha pembajakan, plagiat dan sebagainya yang menurut peraturan perundang-undangan di Negara kita juga dilindungi (UU No. 6 Tahun 1982 jo UU No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta).[13]
Jadi, pernyataan tersebut jelas bukan bermaksud untuk menyembunyikan ilmunya, sebab siapapun dapat memperbanyak, mencetak dan sebagainya setelah mendapat izin atau mengadakan perjanjian dengan penulis atau ahli waris atau penerbitnya.
Di dalam CD (Cairo Declaration) pasal 16 ditegaskan:” setiap orang berhak untuk menikmati hasil karya ilmiah’ sastra, seni atau teknik dan berhak melindungi hasil karyanya baik yang berkaitan dengan kepentingan moral maupun material, asalkan hasil karya itu tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat”[14]
Di dalam UDHR (The Universal Declaration of Human Rights) pasal 27  juga ditegaskan:
1.      Setiap orang berhak berpartisipasi di dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, untuk menikmati kesenian dan berperan serta dalam memajukan ilmu pengetahuan dan menikmati manfaatnya.
2.      Setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan baik moral maupun material yang ia peroleh dari setiap usahanya dibidang keilmuan, kesustraan, kesenian, di mana ia menjadi penciptanya
Di sini kelihatan suatu penekanan di dalam CD tentang hak menikmati hasil/ produk ilmu dan hak cipta ialah tidak bertentangan dengan prinsip syariat Islam.








[1]Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta: CV Haji Masagung, 1989, h. 203
[2]Ibid
[3]Vide UU No. 7 Th 1987 tentang hak cipta beserta keterangan pemerintah di hadapan sidang paripurna DPR RI Juni 1987 mengenai RUU tentang Perubahan UU No.6 Th 1982 tentang Hak Cipta, PT Arnas Duta Jaya, s.l., s.n, passim.
[4]Ibid,. h. 205 
[5]Rasyid ridha, Tafsir al-Manar, vol. II, Kairo: Darul Manar, 1387 H, h. 51
[6] Zuhdi, Masail, h. 205-206
[7]Ibid., h. 206
[8] Kosasih, HAM dalam…, h. 83
[9]Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz 9, Maktabah Syamilah, h. 165
[10] Zuhdi, Masail… h. 206-207
[11] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an jilid 4  terjemah, Jakarta: Gema Insani, 2004, h. 217
[12]Zuhdi, Masail, h. 208
[13]Ibid
[14] -, Deklarasi Kairo Hak Asasi Manusia dalam Islam, terjemahan ELSAM, Jakarta: ELSAM, 1998, h. 12