Minggu, 07 April 2013

TEUKU MUHAMMAD HASBI ASH-SHIDIEQY

tokoh tafsir indonesia

TEUKU MUHAMMAD HASBI ASH-SHIDIEQY
dengan Karyanya
TAFSIR AL-NUR

A.    PENDAHULUAN
Teuku Muhammad Hasbi ash-Shidieqy merupakan salah seorang cendekiawan muslim Indonesia yang mahir dalam bidang fiqih, hadits, dan al-Qur’an. Berbicara tentang perkembangan tafsir di Indonesia akan kurang lengkap kiranya kalau tidak membahas tentang beliau. Hal ini dikarenakan beliau termasuk pelopor penerjemahan al-Qur’an dengan bahasa Indonesia. Beliau menerjemahkan al-Qur’an dengan bahasa Indonesia karena beliau melihat banyak masyarakat Islam Indonesia yang ingin memahami tafsir tetapi terkendala oleh kemampuan bahasa arab yang mereka miliki. Sebagaimana yang juga kita ketahui bahwasanya kitab tafsir yang mu’tabar mayoritas berbahasa Arab. Salah satu karya tafsir beliau adalah tafsir al-Qur’anul Majid al-Nur. Tafsir ini beliau tulis antara tahun 1950-1970 M saat para ulama’ Saudi mengharamkan penerjemahan al-Qur’an kepada selain bahasa Arab.
B.     BIOGRAFI T.M. HASBI ASH-SHIDIEQY
Teuku Hasbi lahir di Lhokseumawe, Aceh Utara, pada 10 maret 1904. Nama aslinya Muhammad Hasbi ash-Shidieqy. Nama “ash-Shidieqy” menisbatkan namanya kepada nama Abu Bakar ash-Shidieq, karena Teuku Hasbi memiliki kaitan nasab (garis keturunan) dengan shahabat Nabi Muhammad saw itu melalui ayahnya, Teuku Muhammad Hussein Ash-Shidieqy atau yang dikenal pula dengan Teuku Kadi Sri Maharaja Mangkubumi Hussein bin Mas’ud. Ibunya bernama Teuku Amrah binti Sri Maharaja Mangkubumi Abdul Aziz. [1] Walaupun lahir dari keluarga ulama’ terkenal di Aceh, Teuku Hasbi tidak terlena dengan nama besar yang disandang keluarganya. Sejak kecil beliau terbiasa untuk hidup prihatin. Apalagi sejak kanak-kanak beliau telah menjadi piatu karena ibunya meninggal pada tahun 1910 ketika beliau berumur 6 tahun.sepeninggal ibunya Hasbi kecil diasuh oleh Teuku Syamsiyah, saudara ibunya yang tidak berputra. Setelah bibinya wafat Teuku Hasbi tinggal dirumah kakaknya, sampai kemudian ia pergi nyantri dari satu pesantren ke pesantren lainnya.[2]
Jenjang pendidikan Teuku Hasbi dimulai di pesantren (meunasah) yang dipimpin oleh ayahnya sendiri sampai usia 12 tahun. Kemudian ia belajar di beberapa pesantren lain di Aceh, sampai ia ketemu dengan seorang Ulama’ berkebangsaan Arab bernama Syekh Muhammad bin Salim al-Kalali. Dari ulama’ ini Teuku hasbi banyak mendapat bimbingan dalam mempelajari kitab-kitab kuning seperti nahwu, sharaf, mantiq, tafsir, hadits, fiqih dan ilmu kalam. Al-Kalili pula yang menganjurkan Teuku Hasbi muda untuk pergi ke Surabaya untuk belajar pada perguruan Al-Irsyad. Akhirnya pada tahun 1926, Teuku Hasbi muda berangkat ke Surabaya dan melanjutkan pendidikan di madrasah Al-Irsyad yang diasuh oleh ustadz Umar Hubeisy. Di pesantren ini beliau hanya membutuhkan waktu selama 1 tahun untuk menyelesaikan studinya. Di pesantren ini Teuku Hasbi mengambil pelajaran spesialisasi (takhassus) dalam bidang pendidikan dan bahasa.[3]
Dengan bekal ilmu yang beliau dapatkan, beliau mulai terjun ke dunia pendidikan sebagai pengajar. Pada tahun 1928 beliau telah dapat memimpin sekolah al-Irsyad di Lhoksumawe. Di samping itu, beliau giat melakukan dakwah di Aceh dalam rangka mengembangkan paham pembaruan (tajid), serta memberantas syirik, bid’ah dan kurafat. Dua tahun kemudian beliau diangkat sebagai kepala sekolah al-Huda di kruengmane, Aceh Utara, sambil mengajar di HIS (setingkat SD) dan MULO (setingkat SMP) Muhammadiyah. Selanjutnya beliau membaktikan diri sebagai direktur Darul Mu’allimin Muhammadiyah di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) pada tahun 1940-1942. Selain itu beliau juga membuka Akademi Bahasa Arab.
Pada zaman pendudukan Jepang beliau diangkat sebagai anggota Pengadilan Agama Tertinggi di Aceh karena beliau adalah seorang pemikir yang banyak menaruh perhatian dalam bidang hukum Islam. Selain terjun dalam dunia pendidikan, beliau juga terjun dalam dunia politik sejak tahun 1930, yakni sejak beliau diangkat sebagai ketua Jong Islamieten Bond[4] cabang Aceh Utara di Lhokseumawe. Pada tahun 1955 beliau duduk sebagai anggota Konstituante.[5] Akan tetapi beliau tidak meneruskan karir politiknya, beliau lebih condong ke lapangan pendidikan dan ilmu agama. Pada thun 1958 beliau menjadi utusan dari Indonesia dalam Seminar Islam Internasional di Lahore (Pakistan).
Setelah menunaikan tugasnya sebagai anggota konstituante, beliau lebih banyak berkecimpung dalam dunia perguruan tinggi agama Islam. dalam karir ini, pada tahun 1960 beliau dipercaya memegang jabatan dekan fakultas Syariat IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta sampai tahun 1972. Pada tahu itu pula beliau diangkat sebagai guru besar (profesor) dalam ilmu syariat pada IAIN Sunan Kalijaga. Selain itu, beliau juga pernah memegang jabatan sebagai dekan Fakultas Syariat Universitas Sultan Agung di Semarang dan rektor Universitas al-Irsyad di Surakarta (1963-1968), disamping mengajar di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.[6]
Disela-sela kesibukan beliau mengajar, beliau masih sempat untuk menulis. Bahkan beliau termasuk salah seorang penulis yang produktif. Menurut catatan, buku karya Teuku Hasbi ada 73 judul yang terdiri atas 142 jilid. Karya-karya ilmiahnya dalam bidang fiqih antara lain: Pengantar Hukum Islam, Pengantar Ilmu Fiqih, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Fakta dan Keagungan Syari’at Islam, Dinamika dan Elastisitas Hukum Islam, dan Pokok-pokok Pegangan Imam Madzhab dalam Membina Hukum Islam.[7] Dalam bidang tafsir, teuku Hasbi telah menulis tafsir yang dipandang sebagai tafsir pertama yang paling lengkap dalam bahasa Indonesia, yaitu Tafsir al-Nuur (1956). Karya-karya lain dalam bidang ini antara lain Tafsir al-Bayan, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, dan Pokok-Pokok Ilmu Al-Qur’an. Karena keahliannya dalam bidang ini beliau terpilih sebagai wakil ketua Lembaga Penerjemah dan Penafsir al-Qur’an Departemen Agama RI. Karangan beliau dalam bidang hadits antara lain Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Sejarah Perkembangan Hadits, Problematika Hadits, Mutiara Hadits, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, dan Koleksi Hadits-hadits Hukum. Karangan beliau dalam bidang ilmu kalam antara lain  Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, al-Islam, Sendi-sendi Akidah Islam, dan lain-lain.[8]
Karena karir beliau yang cukup menonjol dalam bidang ilmu syariat, maka oleh Universitas Islam Bandung (UNISBA) beliau diberi gelar Doktor Honoris Causa pada tanggal 22 Maret 1975 dan pada 29 Oktober 1975 dari IAIN Sunan Kalijaga. Oleh karena itu pula ia terpilih menjadi ketua Lembaga Fiqih Islam Indonesia (LEFISI). Tidak begitu lama setelah menyandang gelar kehormatan akademik itu, beliau wafat dalam usia 71 tahun, yakni pada tanggal 09 Desember 1975 di rumah sakit Islam Jakarta. Sebelum dibawa ke rumah sakit tempat beliau menghembuskan nafas yang terakhir, beliau sedang menjalani karantina haji dalam rangka menunaikan ibadah haji atas undangan Menteri Agama RI. Beliau dimakamkan di Pemakaman IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Jakarta.[9]
C.    MENGENAL TAFSIR AL-NUR KARYA T.M. HASBI ASH-SHIDIEQY
Tafsir al-Nur merupakan salah satu karya monumental dari T.M. Hasbi ash-Shidieqy. Beliau merampungkan penafsiran seluruh al-Qur’an, 30 juz. Kadangkala tafsir al-Nur ini diterbitkan perjilid sejumlah juz al-Qur’an. Setiap jilidnya kurang lebih mencapai 200 halaman. Di lain kesempatan, karya tafsir beliau ini diterbitkan menjadi 10 jilid, yang mana masing-masing jilid memuat 3 juz. [10] Di penerbit yang lain tafsir ini diterbitkan dalam  5 jilid; jilid 1 terdiri dari 4 surat pertama, jilid 2 terdiri dari 6 surat berikutnya, jilid 3 terdiri dari 12 surat berikutnya, jilid 4 terdiri dari 17 surat berikutnya, dan jilid 5 terdiri dari 72 surat yang terakhir.[11] Kemungkinan besar, tafsir beliau ini ditulis antara tahun 1950 M-1970 M.
1.      Latar Belakang Penulisan
Pada kata pengantar Tafsir An-Nur, beliau mengatakan :
Indonesia membutuhkan perkembangan tafsir dalam bahasa persatuan Indonesia, maka untuk memperbanyak lektur Islam dalam masyarakat Indonesia dan untuk mewujudkan suatu tafsir yang sederhana yang menuntun para pembacanya kepada pemahaman ayat dengan perantaraan ayat-ayat itu sendiri. Sebagaimana Allah telah menerangkan ; bahwa Al-Qur’an itu setengahnya menafsirkan yang setengahnya, yang meliputi penafsiran-penafsiran yang diterima akal berdasarkan pentakhwilan ilmu dan pengetahuan, yang menjadikan intisari pendapat para ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diisyaratkan Al-Qur’an secara ringkas. Dengan berharap taufiq dan inayah yang maha pemurah lagi maha penyayang, kemudian dengan berpedoman kepada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar, kitab-kitab hadits yang mu’tamad, kitab-kitab sirah yang terkenal. Saya menyusun kitab tafsir in dengan saya namai “An-Nur.
Dari ungkapan di atas dapat kita ketahui bahwa motivasi Hasbi Ash-Shiddieqy sangat mulia yaitu untuk memenuhi hajat orang Islam di Indonesia untuk mendapatkan tafsir dalam Bahasa Indonesia yang lengkap, sederhana dan mudah dipahami.[12] Hal ini tidak lepas dari kitab-kitab tafsir yang mu’tabar yang ada mayoritas berbahasa arab. Sehingga orang-orang yang kurang menguasai bahasa arab dan ingin memahami tafsir akan sangat kesulitan apabila harus merujuk kepada kitab tafsir yang berbahasa arab.
2.      Sumber Penafsiran
Dalam menyusun kitab tafsir al-Nur ini, Hasbi ash-Shiddieqy banyak berlandaskan pada sumber-sumber ayat al-Qur’an, riwayat Nabi SAW, riwayat sahabat dan tabiin[13] serta mengutip dari rujukan-rujukan mu`tabar, di antaranya tafsir Jami` al-Bayan karya ath-Thabari, Tafsir al-Qur’an al-`Azhim karya Ibnu Katsir, tafsir al-Qurthubi, tafsir al-Kasysyaf karya az-Zamakhsyari, dan at-Tafsir al-Kabir karya Fakhruddin ar-Razi. Tidak hanya tafsir klasik, tafsir ulama muta’akhkhirin juga menjadi sumber ash-Shiddieqy, seperti, tafsir al-Manar karya Muhammad Rasyid Ridha, tafsir al-Maraghi, tafsir al-Qasimi, dan tafsir al-Wadhih. Selain kitab-kitab tafsir, ia juga merujuk kepada kitab-kitab induk hadis yang mu`tamad (dipercaya), semisal, kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dan kitab-kitab as-Sunan[14] dan juga kitab-kitab sirah yang terkenal.[15]  
3.      Metode dan Corak Penafsiran
Adapun secara rinci metode penafsiran yang digunakan oleh Hasbi di dalam tafsir al-Nur berdasarkan pembagian metode yang di lakukan Abdul Jalal[16] adalah sebagai berikut:
a.       Metode tafsir bi al-izdiwaji (perpaduan antara bi al Manqul dan bi al Ma’qul) (bila ditinjau dari segi sumber penafsirannya): Adalah cara menafsirkan al Qur’an yang didasarkan atas perpaduan antara sumber tafsir riwayah yang kuat dan dan shahih dengan sumber hasil ijtihad pikiran yang sehat.
b.      Metode tafsir Muqarin/komparasi (bila ditinjau dari segi cara penjelasannya terhadap tafsiran ayat-ayat al Qur’an), Yaitu membandingkan ayat dengan ayat yang berbicara dalam masalah yang sama, ayat dengan hadits, antara pendapat mufasir dengan mufasir lain.
c.       Metode tafsir Ithnabi ( bila ditinjau dari segi keluasaan penjelasan tafsirannya) Ialah penafsiran dengan cara menafsirkan ayat al Qur’an hanya secara mendetail / rinci, dengan uraian-uraian yang panjang lebar, sehingga cukup jelas dan terang yang banyak disenangi oleh para cerdik pandai.
d.      Metode tafsir Tahlily (bila ditinjau dari segi sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan) adalah menafsirkan ayat-ayat al Qur’an dengan cara urut dan tertib dengan uraian ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf, dari awal surat al Fatihah hingga akhir surat an-Nas.
Kitab-kitab tafsir yang ada, selain dapat dilihat dari sisi metodologinya, juga dapat dilihat dari sisi corak penafsirannya. Corak penafsiran adalah menafsirkan al-Qur’an dalam perspektif aliran, madzhab, dan disiplin ilmu tertentu. Menurut al-Farmawi corak penafsiran itu dapat dibedakan menjadi tujuh, yaitu: tafsir bi al-ma’tsur, tafsir bi al-ra’yi, tafsir bi al-shufi, tafsir bi al-fiqhi, tafsir bi al-falsafi, tafsir bi al-‘ilmi, dan tafsir bi al-adabi al-ijtima’i.[17]  Namun beberapa ulama’ ada yang memasukkan corak penafsiran lainnya, yakni corak bahasa, politik, dan corak kalam.[18]
Berbicara tentang corak tafsir an-Nuur, dengan mencermati isi tafsir tersebut, maka dapat dikatakan tafsir ini bercorak umum. Artinya tidak mengacu pada corak atau aliran tertentu. Tidak ada corak yang dominan yang menjadi ciri khusus pada tafsir ini. Semua menggunakan pemahaman ayat secara netral tanpa membawa warna khusus seperti akidah, fikih, tasauf atau lainnya. Komentar-komentar Ash-Shiddieqiy juga bersifat netral dan tidak memihak
. Suatu hal yang menarik adalah bahwa meskipun Ash-Shiddieqy juga seorang faqih yang telah banyak menulis buku-buku yang membahas tentang fikih, namun justru jika kita mencermati tafsir ini, sangat sulit kita mendapati pengaruh fikih di dalamnya.[19]
4.      Mekanisme penafsiran
Mekanisme atau langkah-langkah yang ditempuh Hasbi untuk membahas ayat-ayat al-Qur’an dalam kitab tafsir al-Nur adalah sebagai berikut:
a.       Menyebutkan satu, dua atau tiga ayat yang masih satu pembahasan, menurut tertib mushaf.
b.      Menerjemahkan makna ayat ke dalam bahasa Indonesia dengan cara yang mudah dipahamkan, dengan memperhatikan makna-makna yang dikehendaki masing-masing lafal, dengan di beri judul “Terjemahan”.
c.       Menafsirkan ayat-ayat itu dengan menunjuk kapada sari patinya.
d.      Penafsiran masing-masing ayat dengan didukung oleh ayat yang lain, hadits, riwayat Shahabat dan Tabi’in serta penjelasan yang ada kaitannya dengan ayat tersebut dan tahapan ini diberi judul “Tafsirnya”;
e.       Menerangkan sebab-sebab turun ayat, jika diperoleh atsar yang shahih yang diakui shahihnya oleh ahli-ahli atsar (ahli-ahli hadits).
f.       Kesimpulan, intisari dari kandungan ayat yang diberi judul “Kesimpulan”.[20]

D.    PENUTUP
Teuku Muhammad Hasbi ash-Shidieqy merupakan salah seorang pelopor tafsir berbahasa Indonesia. Beliau dilahirkan di Lhokseumawe, 10 Maret 1904 dan wafat di Jakarta, 9 Desember 1975. Salah satu karya tafsir beliau adalah tafsir al-Qur’anul Majid al-Nur yang beliau karang sejak tahun1950. Di dalam menafsirkan al-Qur’an beliau memadukan antara manqul dan ma’qul. Untuk yang manqul, beliau banyak mengambil dari kitab-kitab tafsir yang telah dikarang oleh ulama’ terdahulu, baik yang salaf maupun yang khalaf. Tafsir al-Nur ini beliau susun berdasarkan tartib mushafi, dengan mengumpulkan beberapa ayat yang sepokok pembahasan, menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menafsirkan ayat berdasarkan saripatinya, mencantumkan ayat lain yang setema, hadits maupun pendapat para ulama’, menyebutkan asbab al-nuzul jika ada dan yang terakir memberi kesimpulan. Tafsir al-Nur ini tidak memiliki corak tertentu (netral).









DAFTAR PUSTAKA

Raziqin, Badiatul dkk. 2009. 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia. Yogyakarta: e-Nusantara.
Dewan Penyusun Ensiklopedi. 2003. Ensiklopedi Islam 2. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve.
Ghafur, Saiful Amin. 2008. Profil Para Mufasir al-Qur’an. Yogtakarta: Pustaka Insan Madani.
Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 279.
Al-Farmawi, Abdul Hayy. 2002. Metode Tafsir Maudlu’i dan Cara Penerapannya, penerjemah, Rosihon Anwar. Bandung: Pustaka Setia.
Suryadilaga, Alfatih dkk. 2010. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras.
Bintu Sahaly, “Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur (Sebuah Tinjauan Metodologis Terhadap Kitab Tafsir Karya Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy) ” dalam http://bintusahaly.blogspot.com/2010/12/tafsir-al-quranul-majid-nuur-sebuah.html?m=1, diakses tanggal 18-05-2012, jam 16.05.
Sariono, “Tafsir al-Nur karya Prof. Dr. Hasbi ash-Shidieqy” dalam  http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/tafsir-nur-karya-prof-dr-hasbi-al.html diakses tanggal 16-05-2012, jam 12.34.



[1]Badiatul Raziqin dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009), h. 242. Lihat juga di Dewan Penyusun Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam 2, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 94
[2]Badiatul Raziqin dkk, 101 Jejak Tokoh Islam.,... h. 242.
[3]Dewan Penyusun Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam 2.,... h. 94.
[4]Jong Islamieten Bond adalah perkumpulan pemuda Islam yang didirikan di Jakarta pada tanggal 1 Januari 1925 oleh para pemuda pelajar. Tujuan utamanya adalah mengadakan kursus-kursus agama Islam bagi para pelajar Islam dan untuk mengikat rasa persaudaraan antara para pemuda terpelajar Islam yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara. 
[5]Konstituante adalah Dewan atau panitia pembentuk undang-undang dasar.
[6]Dewan Penyusun Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam.,... h. 95. Lihat juga di Badiatul Raziqin dkk, 101 Jejak Tokoh Islam.,... h. 243-244.
[7]Dalam bidang fiqih ini kelihatan bahwa ia mempunyai pendapat tersendiri yang digalinya dari pendapat-pendapat ulama’ fiqih terhadulu dengan mengembalikannya ke al-Qur’an dan hadits Nabi SAW. Pendapatnya yang populer adalah idenya untuk menyusun fiqih islam yang berkepribadian indonesia. 
[8]Dewan Penyusun Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam.,... h. 95. Lihat juga di Badiatul Raziqin dkk, 101 Jejak Tokoh Islam.,... h. 245.
[9]Dewan Penyusun Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam.,... h. 96. Lihat juga di Badiatul Raziqin dkk, 101 Jejak Tokoh Islam.,... h. 245
[10]Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir al-Qur’an, (Yogtakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 207.
[11]Bintu Sahaly, “Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur (Sebuah Tinjauan Metodologis Terhadap Kitab Tafsir Karya Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy) ” dalam http://bintusahaly.blogspot.com/2010/12/tafsir-al-quranul-majid-nuur-sebuah.html?m=1, diakses tanggal 18-05-2012, jam 16.05.
[12]Sariono, “Tafsir al-Nur karya Prof. Dr. Hasbi ash-Shidieqy” dalam  http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/tafsir-nur-karya-prof-dr-hasbi-al.html diakses tanggal 16-05-2012, jam 12.34.
[13]Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir.,... h. 207.
[15]Bintu Sahaly, “Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur.,...
[16]Secara garis besar, menurut Abdul Jalal sebagaimana yang dikutip oleh Usman di dalam bukunya, metode penafsiran al-Qur’an dapat dibagi menjadi empat macam metode, sesuai dengan sudut pandang yang digunakan, yaitu: 1. Ditinjau dari suber tafsirnya, dibagi menjadi tiga, yaitu: metode tafsir bi al-ma’tsur/ bi al-riwayat/ bi al-manqul, tafsir bi al-ra’yi/bi al-dirayah/bi al-ma’qul, dan tafsir bi al-izdiwaji (campuran). 2. Ditinjau dari segi cara penjelasannya dibagi menjadi dua, yaitu: metode tafsir bayaniy (deskriftif), dan metode tafsir muqarin (perbandingan). 3. ditinjau dari segi keluasaan penjelasan tafsiran dibagi menjadi dua, yaitu: metode tafsir ijmali (global) dan metode tafsir al-ithnaby (detail). 4. ditinjau dari segi sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan dibagi menjadi dua, yaitu: metode tafsir al-tahlily (analisis) dan metode tafsir maudlu’iy (tematik).  Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 279.
[17]Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudlu’i dan Cara Penerapannya, penerjemah, Rosihon Anwar, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 24. Lihat juga di Samsul Bahri “Konsep-Konsep Dasar Metodologi Tafsir” dalam Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2010), h. 42.
[18]Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2009), h.281-282.
[19]Bintu Sahaly, “Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur.,...
[20]Ibid., bandingkan dengan Sariono, “Tafsir al-Nur.,...

3 komentar:

  1. Ini adalah sebuah program kerja paruh waktu yang bebas dari penipuan – Anda dibayar untuk mengisi formulir online.
    Pekerjaan yang sangat sederhana – tidak memerlukan keahlian khusus, atau pengalaman kerja di bidang tertentu.
    Sangat mudah dikerjakan, disertai instruksi detail langkah demi langkah yang harus Anda lakukan.
    Pekerjaan yang sangat mudah, cepat, dan menguntungkan.
    Dikerjakan pada paruh waktu dan dibayar tunai, segera, tanpa ditunda-tunda.
    Dapatkan Rp. 3 juta hingga Rp. 15 juta setiap minggu, silakan Anda habiskan, tak ada potongan apapun, dalam bentuk apa pun, atas alasan apa pun.
    Dapatkan uang tunai instan dan cepat, silakan Anda belanjakan atau bayarkan untuk kepentingan Anda sendiri.
    Pekerjaannya terjamin dan berkesinambungan – jaminan Anda untuk selalu bisa dapat uang.
    Bisa Anda mulai segera – Anda tinggal gabung dan mulai kerja.
    Waktu kerja yang singkat – hanya 1 – 2 jam per hari, sehingga cukup waktu bagi Anda untuk melakukan kegiatan lainnya.
    Anda bisa kerja dimanapun – bisa dari rumah, dari warnet, dari HP, dari BB, selama ada koneksi internet Anda bisa bekerja. Info selengkapnya klik http://www.penasaran.net/?ref=fvqj5h

    BalasHapus