TEUKU MUHAMMAD HASBI ASH-SHIDIEQY
dengan Karyanya
TAFSIR AL-NUR
A. PENDAHULUAN
Teuku Muhammad Hasbi ash-Shidieqy merupakan salah
seorang cendekiawan muslim Indonesia yang mahir dalam bidang fiqih, hadits, dan
al-Qur’an. Berbicara tentang perkembangan tafsir di Indonesia akan kurang
lengkap kiranya kalau tidak membahas tentang beliau. Hal ini dikarenakan beliau
termasuk pelopor penerjemahan al-Qur’an dengan bahasa Indonesia. Beliau
menerjemahkan al-Qur’an dengan bahasa Indonesia karena beliau melihat banyak
masyarakat Islam Indonesia yang ingin memahami tafsir tetapi terkendala oleh
kemampuan bahasa arab yang mereka miliki. Sebagaimana yang juga kita ketahui
bahwasanya kitab tafsir yang mu’tabar mayoritas berbahasa Arab. Salah satu
karya tafsir beliau adalah tafsir al-Qur’anul Majid al-Nur. Tafsir ini beliau
tulis antara tahun 1950-1970 M saat para ulama’ Saudi mengharamkan penerjemahan
al-Qur’an kepada selain bahasa Arab.
B. BIOGRAFI T.M.
HASBI ASH-SHIDIEQY
Teuku Hasbi lahir di
Lhokseumawe, Aceh Utara, pada 10 maret 1904. Nama aslinya Muhammad Hasbi
ash-Shidieqy. Nama “ash-Shidieqy” menisbatkan namanya kepada nama Abu Bakar
ash-Shidieq, karena Teuku Hasbi memiliki kaitan nasab (garis keturunan) dengan
shahabat Nabi Muhammad saw itu melalui ayahnya, Teuku Muhammad Hussein
Ash-Shidieqy atau yang dikenal pula dengan Teuku Kadi Sri Maharaja Mangkubumi
Hussein bin Mas’ud. Ibunya bernama Teuku Amrah binti Sri Maharaja Mangkubumi
Abdul Aziz. [1]
Walaupun lahir dari keluarga ulama’ terkenal di Aceh, Teuku Hasbi tidak terlena
dengan nama besar yang disandang keluarganya. Sejak kecil beliau terbiasa untuk
hidup prihatin. Apalagi sejak kanak-kanak beliau telah menjadi piatu karena
ibunya meninggal pada tahun 1910 ketika beliau berumur 6 tahun.sepeninggal
ibunya Hasbi kecil diasuh oleh Teuku Syamsiyah, saudara ibunya yang tidak
berputra. Setelah bibinya wafat Teuku Hasbi tinggal dirumah kakaknya, sampai
kemudian ia pergi nyantri dari satu pesantren ke pesantren lainnya.[2]
Jenjang pendidikan Teuku Hasbi
dimulai di pesantren (meunasah) yang dipimpin oleh ayahnya sendiri
sampai usia 12 tahun. Kemudian ia belajar di beberapa pesantren lain di Aceh,
sampai ia ketemu dengan seorang Ulama’ berkebangsaan Arab bernama Syekh
Muhammad bin Salim al-Kalali. Dari ulama’ ini Teuku hasbi banyak mendapat
bimbingan dalam mempelajari kitab-kitab kuning seperti nahwu, sharaf, mantiq,
tafsir, hadits, fiqih dan ilmu kalam. Al-Kalili pula yang menganjurkan Teuku
Hasbi muda untuk pergi ke Surabaya untuk belajar pada perguruan Al-Irsyad.
Akhirnya pada tahun 1926, Teuku Hasbi muda berangkat ke Surabaya dan
melanjutkan pendidikan di madrasah Al-Irsyad yang diasuh oleh ustadz Umar
Hubeisy. Di pesantren ini beliau hanya membutuhkan waktu selama 1 tahun untuk
menyelesaikan studinya. Di pesantren ini Teuku Hasbi mengambil pelajaran
spesialisasi (takhassus) dalam bidang pendidikan dan bahasa.[3]
Dengan bekal ilmu yang beliau
dapatkan, beliau mulai terjun ke dunia pendidikan sebagai pengajar. Pada tahun
1928 beliau telah dapat memimpin sekolah al-Irsyad di Lhoksumawe. Di samping
itu, beliau giat melakukan dakwah di Aceh dalam rangka mengembangkan paham
pembaruan (tajid), serta memberantas syirik, bid’ah dan kurafat. Dua tahun
kemudian beliau diangkat sebagai kepala sekolah al-Huda di kruengmane, Aceh
Utara, sambil mengajar di HIS (setingkat SD) dan MULO (setingkat SMP)
Muhammadiyah. Selanjutnya beliau membaktikan diri sebagai direktur Darul
Mu’allimin Muhammadiyah di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) pada tahun 1940-1942.
Selain itu beliau juga membuka Akademi Bahasa Arab.
Pada zaman pendudukan Jepang
beliau diangkat sebagai anggota Pengadilan Agama Tertinggi di Aceh karena
beliau adalah seorang pemikir yang banyak menaruh perhatian dalam bidang hukum
Islam. Selain terjun dalam dunia pendidikan, beliau juga terjun dalam dunia
politik sejak tahun 1930, yakni sejak beliau diangkat sebagai ketua Jong
Islamieten Bond[4] cabang Aceh Utara di
Lhokseumawe. Pada tahun 1955 beliau duduk sebagai anggota Konstituante.[5]
Akan tetapi beliau tidak meneruskan karir politiknya, beliau lebih condong ke
lapangan pendidikan dan ilmu agama. Pada thun 1958 beliau menjadi utusan dari
Indonesia dalam Seminar Islam Internasional di Lahore (Pakistan).
Setelah menunaikan tugasnya
sebagai anggota konstituante, beliau lebih banyak berkecimpung dalam dunia
perguruan tinggi agama Islam. dalam karir ini, pada tahun 1960 beliau dipercaya
memegang jabatan dekan fakultas Syariat IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta sampai
tahun 1972. Pada tahu itu pula beliau diangkat sebagai guru besar (profesor)
dalam ilmu syariat pada IAIN Sunan Kalijaga. Selain itu, beliau juga pernah
memegang jabatan sebagai dekan Fakultas Syariat Universitas Sultan Agung di
Semarang dan rektor Universitas al-Irsyad di Surakarta (1963-1968), disamping
mengajar di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.[6]
Disela-sela kesibukan beliau
mengajar, beliau masih sempat untuk menulis. Bahkan beliau termasuk salah
seorang penulis yang produktif. Menurut catatan, buku karya Teuku Hasbi ada 73
judul yang terdiri atas 142 jilid. Karya-karya ilmiahnya dalam bidang fiqih
antara lain: Pengantar Hukum Islam, Pengantar Ilmu Fiqih, Hukum-Hukum Fiqih
Islam, Fakta dan Keagungan Syari’at Islam, Dinamika dan Elastisitas Hukum
Islam, dan Pokok-pokok Pegangan Imam Madzhab dalam Membina Hukum Islam.[7] Dalam bidang
tafsir, teuku Hasbi telah menulis tafsir yang dipandang sebagai tafsir pertama
yang paling lengkap dalam bahasa Indonesia, yaitu Tafsir al-Nuur (1956).
Karya-karya lain dalam bidang ini antara lain Tafsir al-Bayan, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, dan Pokok-Pokok Ilmu Al-Qur’an. Karena
keahliannya dalam bidang ini beliau terpilih sebagai wakil ketua Lembaga
Penerjemah dan Penafsir al-Qur’an Departemen Agama RI. Karangan beliau dalam
bidang hadits antara lain Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Sejarah
Perkembangan Hadits, Problematika Hadits, Mutiara Hadits, Pokok-pokok Ilmu
Dirayah Hadits, dan Koleksi Hadits-hadits Hukum. Karangan beliau
dalam bidang ilmu kalam antara lain Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam,
al-Islam, Sendi-sendi Akidah Islam, dan lain-lain.[8]
Karena karir beliau yang cukup menonjol dalam
bidang ilmu syariat, maka oleh Universitas Islam Bandung (UNISBA) beliau diberi
gelar Doktor Honoris Causa pada tanggal 22 Maret 1975 dan pada 29
Oktober 1975 dari IAIN Sunan Kalijaga. Oleh karena itu pula ia terpilih menjadi
ketua Lembaga Fiqih Islam Indonesia (LEFISI). Tidak begitu lama setelah
menyandang gelar kehormatan akademik itu, beliau wafat dalam usia 71 tahun,
yakni pada tanggal 09 Desember 1975 di rumah sakit Islam Jakarta. Sebelum
dibawa ke rumah sakit tempat beliau menghembuskan nafas yang terakhir, beliau
sedang menjalani karantina haji dalam rangka menunaikan ibadah haji atas
undangan Menteri Agama RI. Beliau dimakamkan di Pemakaman IAIN Syarif
Hidayatullah Ciputat, Jakarta.[9]
C. MENGENAL TAFSIR
AL-NUR KARYA T.M. HASBI ASH-SHIDIEQY
Tafsir al-Nur merupakan salah
satu karya monumental dari T.M. Hasbi ash-Shidieqy. Beliau merampungkan
penafsiran seluruh al-Qur’an, 30 juz. Kadangkala tafsir al-Nur ini diterbitkan
perjilid sejumlah juz al-Qur’an. Setiap jilidnya kurang lebih mencapai 200
halaman. Di lain kesempatan, karya tafsir beliau ini diterbitkan menjadi 10
jilid, yang mana masing-masing jilid memuat 3 juz. [10]
Di penerbit yang lain tafsir ini diterbitkan dalam 5 jilid; jilid 1 terdiri dari 4 surat pertama,
jilid 2 terdiri dari 6 surat berikutnya, jilid 3 terdiri dari 12 surat
berikutnya, jilid 4 terdiri dari 17 surat berikutnya, dan jilid 5 terdiri dari
72 surat yang terakhir.[11] Kemungkinan besar, tafsir beliau ini
ditulis antara tahun 1950 M-1970 M.
1. Latar Belakang
Penulisan
Pada kata pengantar
Tafsir An-Nur, beliau mengatakan :
Indonesia membutuhkan perkembangan tafsir dalam bahasa persatuan Indonesia, maka untuk memperbanyak lektur Islam dalam masyarakat Indonesia dan untuk mewujudkan suatu tafsir yang sederhana yang menuntun para pembacanya kepada pemahaman ayat dengan perantaraan ayat-ayat itu sendiri. Sebagaimana Allah telah menerangkan ; bahwa Al-Qur’an itu setengahnya menafsirkan yang setengahnya, yang meliputi penafsiran-penafsiran yang diterima akal berdasarkan pentakhwilan ilmu dan pengetahuan, yang menjadikan intisari pendapat para ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diisyaratkan Al-Qur’an secara ringkas. Dengan berharap taufiq dan inayah yang maha pemurah lagi maha penyayang, kemudian dengan berpedoman kepada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar, kitab-kitab hadits yang mu’tamad, kitab-kitab sirah yang terkenal. Saya menyusun kitab tafsir in dengan saya namai “An-Nur.
Dari ungkapan di atas dapat kita ketahui bahwa motivasi Hasbi Ash-Shiddieqy sangat mulia yaitu untuk memenuhi hajat orang Islam di Indonesia untuk mendapatkan tafsir dalam Bahasa Indonesia yang lengkap, sederhana dan mudah dipahami.[12] Hal ini tidak lepas dari kitab-kitab tafsir yang mu’tabar yang ada mayoritas berbahasa arab. Sehingga orang-orang yang kurang menguasai bahasa arab dan ingin memahami tafsir akan sangat kesulitan apabila harus merujuk kepada kitab tafsir yang berbahasa arab.
Indonesia membutuhkan perkembangan tafsir dalam bahasa persatuan Indonesia, maka untuk memperbanyak lektur Islam dalam masyarakat Indonesia dan untuk mewujudkan suatu tafsir yang sederhana yang menuntun para pembacanya kepada pemahaman ayat dengan perantaraan ayat-ayat itu sendiri. Sebagaimana Allah telah menerangkan ; bahwa Al-Qur’an itu setengahnya menafsirkan yang setengahnya, yang meliputi penafsiran-penafsiran yang diterima akal berdasarkan pentakhwilan ilmu dan pengetahuan, yang menjadikan intisari pendapat para ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diisyaratkan Al-Qur’an secara ringkas. Dengan berharap taufiq dan inayah yang maha pemurah lagi maha penyayang, kemudian dengan berpedoman kepada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar, kitab-kitab hadits yang mu’tamad, kitab-kitab sirah yang terkenal. Saya menyusun kitab tafsir in dengan saya namai “An-Nur.
Dari ungkapan di atas dapat kita ketahui bahwa motivasi Hasbi Ash-Shiddieqy sangat mulia yaitu untuk memenuhi hajat orang Islam di Indonesia untuk mendapatkan tafsir dalam Bahasa Indonesia yang lengkap, sederhana dan mudah dipahami.[12] Hal ini tidak lepas dari kitab-kitab tafsir yang mu’tabar yang ada mayoritas berbahasa arab. Sehingga orang-orang yang kurang menguasai bahasa arab dan ingin memahami tafsir akan sangat kesulitan apabila harus merujuk kepada kitab tafsir yang berbahasa arab.
2.
Sumber Penafsiran
Dalam menyusun
kitab tafsir al-Nur ini, Hasbi ash-Shiddieqy banyak berlandaskan pada
sumber-sumber ayat al-Qur’an, riwayat Nabi SAW, riwayat sahabat dan tabiin[13]
serta mengutip dari rujukan-rujukan mu`tabar, di antaranya tafsir Jami`
al-Bayan karya ath-Thabari, Tafsir al-Qur’an al-`Azhim karya Ibnu
Katsir, tafsir al-Qurthubi, tafsir al-Kasysyaf karya az-Zamakhsyari, dan
at-Tafsir al-Kabir karya Fakhruddin ar-Razi. Tidak hanya tafsir klasik,
tafsir ulama muta’akhkhirin juga menjadi sumber ash-Shiddieqy, seperti,
tafsir al-Manar karya Muhammad Rasyid Ridha, tafsir al-Maraghi, tafsir
al-Qasimi, dan tafsir al-Wadhih. Selain kitab-kitab tafsir, ia juga
merujuk kepada kitab-kitab induk hadis yang mu`tamad (dipercaya),
semisal, kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dan kitab-kitab
as-Sunan[14] dan juga kitab-kitab
sirah yang terkenal.[15]
3. Metode dan Corak Penafsiran
Adapun secara rinci metode penafsiran yang digunakan oleh
Hasbi di dalam tafsir al-Nur berdasarkan pembagian metode yang di
lakukan Abdul Jalal[16] adalah
sebagai berikut:
a.
Metode tafsir bi al-izdiwaji
(perpaduan antara bi al Manqul dan bi al Ma’qul) (bila ditinjau
dari segi sumber penafsirannya): Adalah cara menafsirkan al Qur’an yang
didasarkan atas perpaduan antara sumber tafsir riwayah yang kuat dan dan shahih
dengan sumber hasil ijtihad pikiran yang sehat.
b.
Metode tafsir Muqarin/komparasi
(bila ditinjau dari segi cara penjelasannya terhadap tafsiran ayat-ayat al
Qur’an), Yaitu membandingkan ayat dengan ayat yang berbicara dalam masalah yang
sama, ayat dengan hadits, antara pendapat mufasir dengan mufasir lain.
c.
Metode tafsir Ithnabi
( bila ditinjau dari segi keluasaan penjelasan tafsirannya) Ialah penafsiran
dengan cara menafsirkan ayat al Qur’an hanya secara mendetail / rinci, dengan
uraian-uraian yang panjang lebar, sehingga cukup jelas dan terang yang banyak
disenangi oleh para cerdik pandai.
d.
Metode tafsir Tahlily
(bila ditinjau dari segi sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan) adalah
menafsirkan ayat-ayat al Qur’an dengan cara urut dan tertib dengan uraian
ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf, dari awal surat al Fatihah hingga akhir
surat an-Nas.
Kitab-kitab tafsir yang ada, selain dapat
dilihat dari sisi metodologinya, juga dapat dilihat dari sisi corak
penafsirannya. Corak penafsiran adalah menafsirkan al-Qur’an dalam perspektif
aliran, madzhab, dan disiplin ilmu tertentu. Menurut al-Farmawi corak penafsiran itu dapat dibedakan menjadi tujuh,
yaitu: tafsir bi al-ma’tsur, tafsir bi al-ra’yi, tafsir bi al-shufi, tafsir
bi al-fiqhi, tafsir bi al-falsafi, tafsir bi al-‘ilmi, dan tafsir bi al-adabi
al-ijtima’i.[17] Namun beberapa ulama’ ada yang memasukkan
corak penafsiran lainnya, yakni corak bahasa, politik, dan corak kalam.[18]
Berbicara tentang corak tafsir an-Nuur, dengan mencermati isi tafsir tersebut, maka dapat dikatakan tafsir ini bercorak umum. Artinya tidak mengacu pada corak atau aliran tertentu. Tidak ada corak yang dominan yang menjadi ciri khusus pada tafsir ini. Semua menggunakan pemahaman ayat secara netral tanpa membawa warna khusus seperti akidah, fikih, tasauf atau lainnya. Komentar-komentar Ash-Shiddieqiy juga bersifat netral dan tidak memihak. Suatu hal yang menarik adalah bahwa meskipun Ash-Shiddieqy juga seorang faqih yang telah banyak menulis buku-buku yang membahas tentang fikih, namun justru jika kita mencermati tafsir ini, sangat sulit kita mendapati pengaruh fikih di dalamnya.[19]
Berbicara tentang corak tafsir an-Nuur, dengan mencermati isi tafsir tersebut, maka dapat dikatakan tafsir ini bercorak umum. Artinya tidak mengacu pada corak atau aliran tertentu. Tidak ada corak yang dominan yang menjadi ciri khusus pada tafsir ini. Semua menggunakan pemahaman ayat secara netral tanpa membawa warna khusus seperti akidah, fikih, tasauf atau lainnya. Komentar-komentar Ash-Shiddieqiy juga bersifat netral dan tidak memihak. Suatu hal yang menarik adalah bahwa meskipun Ash-Shiddieqy juga seorang faqih yang telah banyak menulis buku-buku yang membahas tentang fikih, namun justru jika kita mencermati tafsir ini, sangat sulit kita mendapati pengaruh fikih di dalamnya.[19]
4. Mekanisme penafsiran
Mekanisme atau langkah-langkah yang ditempuh Hasbi untuk
membahas ayat-ayat al-Qur’an dalam kitab tafsir al-Nur adalah sebagai
berikut:
a. Menyebutkan satu,
dua atau tiga ayat yang masih satu pembahasan, menurut tertib mushaf.
b. Menerjemahkan
makna ayat ke dalam bahasa Indonesia dengan cara yang mudah dipahamkan, dengan
memperhatikan makna-makna yang dikehendaki masing-masing lafal, dengan di beri
judul “Terjemahan”.
c. Menafsirkan
ayat-ayat itu dengan menunjuk kapada sari patinya.
d. Penafsiran
masing-masing ayat dengan didukung oleh ayat yang lain, hadits, riwayat
Shahabat dan Tabi’in serta penjelasan yang ada kaitannya dengan ayat tersebut
dan tahapan ini diberi judul “Tafsirnya”;
e. Menerangkan sebab-sebab
turun ayat, jika diperoleh atsar yang shahih yang diakui shahihnya oleh
ahli-ahli atsar (ahli-ahli hadits).
f.
Kesimpulan, intisari
dari kandungan ayat yang diberi judul “Kesimpulan”.[20]
D. PENUTUP
Teuku Muhammad
Hasbi ash-Shidieqy merupakan salah seorang pelopor tafsir berbahasa Indonesia.
Beliau dilahirkan di Lhokseumawe, 10 Maret 1904 dan wafat di Jakarta, 9
Desember 1975. Salah
satu karya tafsir beliau adalah tafsir al-Qur’anul Majid al-Nur yang beliau
karang sejak tahun1950. Di dalam menafsirkan al-Qur’an beliau memadukan antara manqul
dan ma’qul. Untuk yang manqul, beliau banyak mengambil dari
kitab-kitab tafsir yang telah dikarang oleh ulama’ terdahulu, baik yang salaf
maupun yang khalaf. Tafsir al-Nur ini beliau susun berdasarkan tartib
mushafi, dengan mengumpulkan beberapa ayat yang sepokok pembahasan,
menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menafsirkan ayat berdasarkan
saripatinya, mencantumkan ayat lain yang setema, hadits maupun pendapat para
ulama’, menyebutkan asbab al-nuzul jika ada dan yang terakir memberi
kesimpulan. Tafsir al-Nur ini tidak memiliki corak tertentu (netral).
DAFTAR PUSTAKA
Raziqin, Badiatul dkk. 2009. 101 Jejak Tokoh Islam
Indonesia. Yogyakarta: e-Nusantara.
Dewan Penyusun Ensiklopedi. 2003. Ensiklopedi Islam 2.
Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve.
Ghafur, Saiful Amin. 2008. Profil Para Mufasir
al-Qur’an. Yogtakarta: Pustaka Insan Madani.
Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras,
2009), h. 279.
Al-Farmawi, Abdul Hayy. 2002.
Metode Tafsir Maudlu’i dan Cara Penerapannya, penerjemah, Rosihon Anwar.
Bandung: Pustaka Setia.
Suryadilaga, Alfatih dkk.
2010. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras.
Bintu Sahaly, “Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur
(Sebuah Tinjauan Metodologis Terhadap Kitab Tafsir Karya Teungku Hasbi
Ash-Shiddieqy) ” dalam http://bintusahaly.blogspot.com/2010/12/tafsir-al-quranul-majid-nuur-sebuah.html?m=1, diakses tanggal
18-05-2012, jam 16.05.
Sariono, “Tafsir al-Nur karya Prof. Dr. Hasbi
ash-Shidieqy” dalam http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/tafsir-nur-karya-prof-dr-hasbi-al.html
diakses tanggal 16-05-2012, jam
12.34.
http://www.cordova-bookstore.com/cakrawala/tafsir_annur.htm,
diakses tanggal 16-05-2012, jam
12.31.
[1]Badiatul Raziqin dkk, 101 Jejak Tokoh Islam
Indonesia, (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009), h. 242. Lihat juga di Dewan
Penyusun Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam 2, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru
Van Hoeve, 2003), h. 94
[2]Badiatul Raziqin dkk, 101 Jejak Tokoh Islam.,...
h. 242.
[3]Dewan Penyusun Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam
2.,... h. 94.
[4]Jong Islamieten Bond adalah perkumpulan pemuda
Islam yang didirikan di Jakarta pada tanggal 1 Januari 1925 oleh para pemuda
pelajar. Tujuan utamanya adalah mengadakan kursus-kursus agama Islam bagi para
pelajar Islam dan untuk mengikat rasa persaudaraan antara para pemuda
terpelajar Islam yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara.
[5]Konstituante adalah Dewan atau panitia pembentuk
undang-undang dasar.
[6]Dewan Penyusun Ensiklopedi, Ensiklopedi
Islam.,... h. 95. Lihat juga di Badiatul Raziqin dkk, 101 Jejak Tokoh
Islam.,... h. 243-244.
[7]Dalam bidang fiqih ini kelihatan bahwa ia mempunyai
pendapat tersendiri yang digalinya dari pendapat-pendapat ulama’ fiqih
terhadulu dengan mengembalikannya ke al-Qur’an dan hadits Nabi SAW. Pendapatnya
yang populer adalah idenya untuk menyusun fiqih islam yang berkepribadian
indonesia.
[8]Dewan Penyusun Ensiklopedi, Ensiklopedi
Islam.,... h. 95. Lihat juga di Badiatul Raziqin dkk, 101 Jejak Tokoh
Islam.,... h. 245.
[9]Dewan Penyusun Ensiklopedi, Ensiklopedi
Islam.,... h. 96. Lihat juga di Badiatul Raziqin dkk, 101 Jejak Tokoh
Islam.,... h. 245
[10]Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir
al-Qur’an, (Yogtakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 207.
[11]Bintu Sahaly, “Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur (Sebuah Tinjauan
Metodologis Terhadap Kitab Tafsir Karya Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy) ” dalam http://bintusahaly.blogspot.com/2010/12/tafsir-al-quranul-majid-nuur-sebuah.html?m=1, diakses tanggal 18-05-2012, jam 16.05.
[12]Sariono, “Tafsir al-Nur karya Prof. Dr. Hasbi
ash-Shidieqy” dalam http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/tafsir-nur-karya-prof-dr-hasbi-al.html
diakses tanggal 16-05-2012, jam 12.34.
[14]http://www.cordova-bookstore.com/cakrawala/tafsir_annur.htm,
diakses tanggal 16-05-2012, jam 12.31.
[16]Secara garis besar, menurut Abdul Jalal sebagaimana yang dikutip oleh Usman di
dalam bukunya, metode penafsiran al-Qur’an dapat dibagi menjadi empat macam metode, sesuai dengan sudut
pandang yang digunakan, yaitu: 1. Ditinjau dari suber tafsirnya, dibagi menjadi
tiga, yaitu: metode tafsir bi al-ma’tsur/ bi al-riwayat/ bi al-manqul,
tafsir bi al-ra’yi/bi al-dirayah/bi al-ma’qul, dan tafsir bi
al-izdiwaji (campuran). 2. Ditinjau dari segi cara penjelasannya dibagi menjadi dua,
yaitu: metode tafsir bayaniy (deskriftif), dan metode tafsir muqarin
(perbandingan). 3. ditinjau dari segi keluasaan penjelasan tafsiran dibagi
menjadi dua, yaitu: metode tafsir ijmali (global) dan metode tafsir al-ithnaby
(detail). 4. ditinjau dari segi sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan
dibagi menjadi dua, yaitu: metode tafsir al-tahlily (analisis) dan
metode tafsir maudlu’iy (tematik). Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras,
2009), h. 279.
[17]Abdul
Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudlu’i dan Cara Penerapannya, penerjemah,
Rosihon Anwar, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 24. Lihat juga di Samsul
Bahri “Konsep-Konsep Dasar Metodologi Tafsir” dalam Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi
Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2010), h. 42.
[18]Usman, Ilmu
Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2009), h.281-282.
Ini adalah sebuah program kerja paruh waktu yang bebas dari penipuan – Anda dibayar untuk mengisi formulir online.
BalasHapusPekerjaan yang sangat sederhana – tidak memerlukan keahlian khusus, atau pengalaman kerja di bidang tertentu.
Sangat mudah dikerjakan, disertai instruksi detail langkah demi langkah yang harus Anda lakukan.
Pekerjaan yang sangat mudah, cepat, dan menguntungkan.
Dikerjakan pada paruh waktu dan dibayar tunai, segera, tanpa ditunda-tunda.
Dapatkan Rp. 3 juta hingga Rp. 15 juta setiap minggu, silakan Anda habiskan, tak ada potongan apapun, dalam bentuk apa pun, atas alasan apa pun.
Dapatkan uang tunai instan dan cepat, silakan Anda belanjakan atau bayarkan untuk kepentingan Anda sendiri.
Pekerjaannya terjamin dan berkesinambungan – jaminan Anda untuk selalu bisa dapat uang.
Bisa Anda mulai segera – Anda tinggal gabung dan mulai kerja.
Waktu kerja yang singkat – hanya 1 – 2 jam per hari, sehingga cukup waktu bagi Anda untuk melakukan kegiatan lainnya.
Anda bisa kerja dimanapun – bisa dari rumah, dari warnet, dari HP, dari BB, selama ada koneksi internet Anda bisa bekerja. Info selengkapnya klik http://www.penasaran.net/?ref=fvqj5h
ijin copas mas
BalasHapusizin copas bos
BalasHapus