Rabu, 28 November 2012

ORIENTALIS "MARYAM JAMEELA"



Maryam Jameela

A.      Biografi
Maryam  Jameela lahir pada tanggal 23 Mei 1934. Dia berasal dari keluarga Yahudi Amerika yang dibesarkan di Westchester, kota kecil yang makmur daerah kota pinggiran New York. Ayahnya Herbert S. Marcus adalanh seorang pengusaha dia memberi nama Maryam jameela kecil dengan nama Margaret dengan panggilan Peggy.
Margareth kecil sangat menyukai musik, terutama simphoni dan klasik. Prestasinya pada mata pelajaran musik pun cukup membanggakan karena selalu mendapatkan nilai tertinggi di kelas. Hingga suatu hari dia mendengarkan musik Arab di radio, dan langsung jatuh hati. Kian hari dirinya makin menyukai jenis musik ini. Margareth pun tak sungkan meminta kepada ibunya agar dibelikan rekaman musik Arab di sebuah toko milik imigran Suriah. Sampai akhirnya, dia mendengar tilawah Alquran dari sebuah masjid yang berada tak jauh dari tempat tinggalnya di kota New York.
Margareth merasa ada kemiripan bahasa antara  musik Arab dan Al-Quran tadi. Akan tetapi, yang didengarnya di masjid, jauh lebih merdu. Sehingga, demi untuk menikmati keindahan lantunan ayat-ayar Alquran itu, Margaret kecil rela menghabiskan waktu untuk duduk di depan masjid. Ketika beranjak dewasa, barulah Margareth mengetahui bahwa pelantun irama yang merdu dan telah membuainya semenjak kecil, adalah pemeluk agama Islam. Sedikit demi sedikit dia lantas berusaha mencari informasi tentang Islam, tanpa pretense apapun terhadap agama ini. Persinggungan yang semakin intens dengan Islam baru terjadi saat menempuh pendidikan di New York University. Usianya 18 tahun kala itu. Pada tahun keduanya, Margareth mengikuti mata kuliah Judaism in Islam karena ingin mempelajari Islam secara formal. Setiap perkuliahan, sang dosen kerap menjelaskan bahwa Islam merupakan agama yang diadopsi dari agama Yahudi. Segala yang baik dalam Islam pada dasarnya berasal dari kitab Perjanjian Lama, Talmud dan Midrash. Tak jarang pula diputar film-film tentang propaganda Yahudi. Intinya, yang dipaparkan di ruang kuliah sering kali menunjukkan inferioritas Islam dan umat Muslim.
Akan tetapi, Margareth tidak begitu saja termakan indoktrinasi ini. Dia merasa ada yang aneh dengan segala penjelasan tadi karena terkesan menyudutkan. Dirinya merasa tertantang untuk membuktikan bahwa segala yang diterimanya di perkuliahan ini lebih bernuansa kebencian kepada Islam.[1]
Margareth menyediakan waktu, pikiran dan tenaga yang cukup panjang untuk mempelajari Islam secara mendalam, sekaligus membandingkannya dengan ajaran Yahudi. Apa yang terjadi? Dia justru banyak melihat kekeliruan dalam agama Yahudi, sebaliknya menemukan kebenaran dalam Islam.
Sejumlah buku bacaan mengilhaminya untuk memperdalam Islam, diantaranya terjemahan al-Qur’an karya Marmaduke pickthal dan buku karya Allamah Muhammad Asad berjudul The Road to Mecca (jalan ke Mekah) dan Islam at the Crossroad (Islam di Persimpangan Jalan) yang dijadikan sebagai dasar melanjutkan kariernya dibidang penulisan.[2]
Untuk memeperoleh pengetahuan yang mendalam tentang Islam, ia tidak puas hanya mempelajari buku-buku pelajaran yang ada di perpustakaan. Ia lalu melakukan surat menyurat dengan kaum muda dan para tokoh islam dari Arab dan Pakistan agar mendapat informasi lebih mendalam tentang peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi di dunia Islam. selam amelakukan kontak surat menyurat secara luas, ia menjadi akrab dengan karya tulis Abu A’la al-Maududi. Sejak desember 1960 korespondensi diantara keduanya berjalan teratur.
Pada tanggal 24 mei 1961, Margaret Marcus menjadi Muslimah dengan membaca syahadat dan memakai nama Maryam Jameela.[3] Ia masuk Islam di Islamic Mission di Broklin, New York dengan dituntun Syekh Daud Ahmad Faisal dan disaksikan Kadijah Faisal dan Balquis Muhammad. Seperti tertera dalam buku Islam and Orientalism, sebenarnya keinginan menjadi mualaf sudah lahir sejak dahulu lagi, akan tetapi dia selalu dihalang oleh keluarganya. Mereka menakut-nakutnya dengan mengatakan bahawa umat Islam tidak akan bersedia menerimanya kerana berasal daripada keturunan Yahudi. Namun, Margareth tidak gentar, dan dia mampu membuktikan bahawa apa yang dikatakan keluarganya tidak benar sama sekali. Umat Muslim sebaliknya menyambutnya dengan baik sekali.
Karena ketidak cocokannya dengan budaya masyarakat Amerika dan keinginannya untuk mendaat pekerjaan akhirnya pada tahun 1962 ia menerima tawaran al-maududi untuk pindah ke Pakistan. Di Sana ia menetap di Lahore sebagai anggota keluarga Maududi. Pada tahun 1963, ia menikah dengan Muhammad Yusuf Khan seorng pengurus harian Jemaat Islamiyahnya al-Maududi. Ia menjadi istri kedua, dan dari pernikahannya ia mempunyai empat anak.
Sejak menetap di Pakistan, Maryam menghasilkan sejumlah karya yang berpengaruh, termasuk dalam menerjemahkan ideologi Jamaati Islami dengan bahasa yang sistematis sehingga diterima secara luas. Meski tidak secara formal terlibat dalam partai itu, Maryam adalah salah satu pembela paling gigih terhadap paham dan ideologi Jamaati Islami.[4]

B.       Tulisan-tulisan Maryam Jameela
Maryam Jameela mulai karir sebagai pembela Islam (muslim apologist) yang berbicara pada dunia Islam maupun Barat. Buku , artikel dan tinjauannya ditulis dalam bahasa Inggris, tetapi sering diterjemahkan kedalam bahasa-bahasa Negara Muslim. Diantara karya-karyanya adalah:
1.       Islam and Western Society: A Refutation of the Modern Way of Life,
2.       Islam and Orientalis,
3.        Islam in Theory and Practice,
4.       'Islam and the Muslim Woman Today.
Sejumlah karyanya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia diantaranya:[5]
1.       Surat menyurat Maryam Jameela dengan Maududi (Mizan: 1984).
2.       Islam Dalam Kancah Modernisasi (Riasalah; 1985).
3.       Menjemput Islam (al-Bayan; 1992).
Buku ini merupakan kumpulan surat menyurat Maryam Jameela dengan keluarganya. Buku ini merekam pergulatan batin dan penderitaan intelektual seorang wanita dalam menghadapi lingkungan temat dia dilahirkan dan dibesarkan.
4.       Para Mujahid Agung (Mizan; 1993).
Berisi uraian tentang perjalanan hidup para tokoh diantaranya Hasan al-banna (Mesir), Muhammad bin Abdul Wahab (Arab Saudi), Imam Mahdi (Sudan), Sanusi (Libya), dan Badi’u Zaman Said Nursi (Rusia).
5.       Ditepi Jalur Gaza: Kisah Pengusi Palestina (Mizan; 1993).
Bercerita seputar tragedi pendirian Negara Israel menampilkan kegigihan perlawanan dan ketegaran bangsa Palestina secara mengesankan.
6.       Islam dan Orientalisme (Raja Grafindo Persada, 1997)[6]
Berisi tentang pandangan berbagai kalangan tentang Islam, seperti pandangan Orientalis, pakar Kristen, pakar Yahudi, pakar Sosiologi, pakar Sekuralis, pakar Humanis, pakar Modernis, dan rencana-rencana buruk Orientalisme.

C.       Pemikiran-Pemikiran Maryam Jameela
Sebagai seorang sahabat dan murid al-Maududi, pemikiran Maryam tidak berbeda banyak dengan pikiran gurunya.[7] Didalam tulisan-tulisannya dia banyak mengkritik para Modernis baik dari kalangan Islam sendiri maupun Barat, yang menurutnya bersebrangan dengan tradisi ajaran Islam.
Adapun diantara tumpahan-tumpahan pemikiran Maryam Jameela asalah sebagai berikut:
1.       Islam dan Modernisasi/ Masyarakat Barat
Banyak  dari tulisan Maryam Jameela yang ditujukan melawan pengaruh kuat barat terhadap masyarakat-masyarakat Muslim serta masalah Reformasi Islam reaksinya terhadap kehidupan barat modern sangat mempengaruhi sikapnya terhadap semua bentuk reformasi religious. Ia adalah seorang tradisionalis yang kukuh menentang mereka yang merusakkan pandangannya tentang “Islam Clasical” atau mungkin lebih teaptnya “tradisi islam”. bagi Jemeela masa lalu bukan untuk dikritik atau untuk dimodifikasi secara substantive tetapi secara mnyeluruh dirangkul. Ia percaya bahwa keseluruhan tradisi Islam adalah selembar kain yang utuh yang tidak bisa disentuh atau dirubah.
Jameela bersikap kritis terhadap para reformis pramodern maupun modern. Walaupun ia memiliki rasa hormat dan kekaguman terhadap Muhammad ibn Abdul Wahab reformis besar Islam pramodern dan salah seorang pendiri dari gerakan yang menjadi awal dari Negara Saudi Arabia, ia tidak dapat menerima penolakan Abdul Wahab terhadap aspek-aspek tradisi Islam dan larangan terhadap Sufisme (mistisme Islam) sebagai penyebab kemunduran muslim. Ia benar-benar menolak semua modernis Islam yang mengatakan kemunduran dan kemandegan Islam dikarenakan ketaatan yang tidak kritis (taqlid) terhadap ajaran-ajaran masa lalu dan ajakan mereka terhadap reinterpretasi (ijtihad).
Kritik Jameela yang banyak itu ditunjukkan pada para modernis Islam maupun sekuler yang semuanya bersalah atas pemujaan barat. Kalau yang sekuar memisahkan agama dari kehidupan masyarakat, yang modern Islam ditolak karena telah mewesternisasi Islam.
Di dalam karyanya Islam and Modernis, Ia mengkritik para modernis muslim semuanya dicela dan dikutuk karena menjadi bid’ah maupun menjadi sekutu Kristen. Kritikan itu seara khusus ditujukan kepada Amir Ali (Muslim Sy’ah India, penulis The Spirit of Islam) dan Muhammad Abduh. Bagi jameela yang baginya Islam tradisional itu bener-bener cukup dan memenuhi, Abduh adalah alat penjajah Eropa karena membuka pintu asimilasi pemikiran dan budaya barat.[8]
Selain itu, didalam artikel-artikelnya Jameela Jameela pendapat Ziya Gokalp (Ahli Sosiologi Turki) yang mengatakan bahwa nasionalisme dan sekularisme sesuai dengan Islam. ia juga menolak pendapat Sir Sayid Ahmad Khan (tokoh pembaharu di India) yang mementingkan ilmu pengetahuan dan filsafat Eropa abad ke-19. Ia menentang ula presiden Tunisia, Habib Bourguiba (memerintah tahun 1957-1987), yang menyatakan bahwa puasa bulan Ramadhan meruakan penghalang bagi pembangunan ekonomi Tunisia.[9]
2.       Modernisasi dan Westernisasi
Bagi Maryam Jameela, masalah modernisasi dan perubahan adalah pemberhalaan baru memukul jantung hati Islam. Maryam percaya bahwa modernisasi berarti westernisasi dan didalamnya ada evolusi relatifisme dan sekularisme. Bagi Maryam Jemeela peradaban barat modern terlahir sebagai perpeduan antara ideology sakular Kristen post reformasi (sekularisme Kristen) dan nasionalisme sempit tradisi Yahudi. Pemahaman dan analisanya tentang modernisasi berdasarkan pada fakta bahwa kesejarahan Kristen dan imperialism budaya dan politik tidak terpisahkan. Penekanan yang terlalu berat terhadap perubahan inovasi dan pembaharuan sebagai kebaikan paling tinggi sama halnya dengan kebencian terhadap masa lalu dan tradisi. Jadi, modernisasi bukanlah jalan menuju pembangunan dan keberhasilan yang lebih besar tetapi suatu pengrusakan terhadap budaya asli menuju bunuh diri budaya. Ini mengakibatkan generasi penerima yang pasif danbukan pemberi karena kurang inisiatif dan cenderung hanya meniru daripada mencipta dan menymbangkan sesuatu yang orisinil.
Jameela cenderung untuk menyamakan Modernsasi dengan Westernisasi. Modernitas, modernisasi, dan modernism bukan sekedar fenomenal yang global universal, tetapi, ia percaya, memang benar-benar barat dan maknanya adalah : “Imperialism Barat lama yang sama dibawah topeng baru yang menipu”, ancaman langsung pada inti nilai-nilai hidup, agama, dan budaya komunitas muslim, menimbulkan rasa rendah diri dan benci diri (religious, cultural, dan historis).
Jameela membedakan antara “Jalan Lurus Islam” dan kehidupan umat muslim, antara cita-cita dan realitas, serta dengan sedihnya menyimpulkan bahwa “Kebanyakan Muslim sebenarnya tidak bisa dibedakan dalam tingkah laku dan perbuatannya dari orang-orang non Muslim”. Demikian halnya Negara-negara Muslim telah mengkhianati jatidiri mereka dan menjadi budak barat. Sejarah Negara-negara mayoritas Muslim tidak lagi mempunyai hubungan penting dengan Islam tapi hanya jadi kepanjangan barat dan dominasi totalnya.
Bagi Jameela, seprti sebagian besar aktivis Islam sekarang ini, Masuknya budaya Barat ini lebih jahat dan merusak daripada daripada dominai politiknya. Ia menggambarkan ketergantungan Muslim pada Barat sebagai bentuk perbudakan budaya yang sangat terkait dengan ketergantungan politik.[10]
Lebih jauh lagi, Jameela memandang bahwa Gerakan Modernis di dunia Islam mengalami kegagalan. Kegagalan itu bukan karena pola pemikiran yang terkenal dalam tradisi pola pemikiran Arab, bukan karena sistem pendidikan (Umat muslim) yang kuno dan juga bukan karena anggapan bahwa dunia Islam belum mendapatkan pengaruh barat dalam jangka waktu cukup lama. Sebabnya justru terletak pada ketidak mungkinan untuk dipadukannya dua cara berikir yang secara diamerik berlawanan (Islam dan Barat). Ketidak cocokan tidak dapat diubah menjadi kecocokan tanpa melenyapkan ketidakjujuran intelektual, pemikiran mendua dan kemunafikan.[11]
3.       Para Minoritas
Meskipun bersikap kritis terhadap Judaisme dan keKristenan, Maryam Jameela secara konsisten menegaskan bahwa orang-orang Kristen dan Yahudi adalah ahli kitab (people of the book) dan maka dari itu menikmati status khusus dalam Islam. dengan keluasan semua minoritas agama berhak hidup aman dan terjamin dalam komunitas keagamaan mereka. Tetapi, status yang yang diambilmnya adalah dari hokum Islam klasik yaitu sebagai orang-orang yang dilindungi (dhimmi). Jadi walaupun mereka bisa melaksanakan ajaran mereka, mendidik anak-anak mereka, dan diatur dalam masalah-masalah keagamaan oleh pemimin-pemimpin agama dan hokum mereka, kelompok minoritas dilarang memegang posisi strategis dalam pemerintahan.
4.       Ulama’ dan Para Cerdik Cendekia
Berbeda dengan banyak reformis yang menumpahkan banyak kesalahan atas kemalangan Islam dan para Muslim di kaki para ulama, Maryam Jameela adalah salah satu dari pembela ulama yang gigih. Ia menjujungtinggi peran historis merekasebagai para sarjana Islam dan pembela agama serta menolak kritik-kritik para reformis sekuler maupun islam. jameela menggambarkan ulama tidak hanya sebagai sarjana yang taat yang menyampaikan dan menginterpretasikan hokum Islam tetapi juga menjadi pembela Islam yang sering dengan sabarnya menanggung penganiayaan pemimpin muslim yang tidak beriman.[12]
Menurut jameela, kaum intelaktual Muslim lebih baik mencurahkan erhatian mereka untuk menemukan obat bagi penyakit paling akut yang menimp setiap Negara Muslim—Kurukan modernism. Mereka harus tahu bahwa gerakan Modernis aslikita, yang dengan slogan “Berubah dengan perubahan waktu’’ mengancam merusak setia langkah keyakinan pada Qur’an dan Sunah, adalah ancaman yang bahkan lebih besar dari pendudukan Zionis atas Palestina.
Tugas utama kaum intelktual Muslim adalah menyangkal rasionalisme dan empirissisme budaya barat pasca pencerahan modern terutama Nabi-nabinya seperti, Darwin, Marx, dan Freud, yang semuanya harus ditolak. Ia menyatakan tantangan yang berani. Sistem pendidikan harus ditransfer dari tantangan para ateis dan materialis ke para guru dan reformis berorientasi Islam yang dididik dalam budaya barat dan Islam. proses yang harus dipakai adalah penyangkalan dan Islamisasi. Buku-buku sekolah yang dengan cermat menyangkal kekliruan-kekliruan barat dalam filsafat, psikologi, ilmu ekonomi, dan antropologi, dan memberi titik pandang Islam alternative, harus dibuat dalam bhasa-bahasa asli buknnya barat. Standar Isam harus dipkai untuk merefisi atau meng-Islamkan tulisan-tulisan kaum intelektual barat seperti Keynes, Freud, Jung, Adler, Karen, Horney, Margaret Mead, dan Carleton Coon.[13]
Mskipun Maryam Jameela setuju dengan para reformis tentang pentingnya perubahanm dalam pandangannya prosesnya seharusnya bukanlah proses reinterpretasi tetapi lebih berua proses kembali dan penegasan lagi akan Islam tradisional, sistemkeyakinan, praktik, dan institusi-institusi Islam itu yang ia percaya membimbing orang Islam selama tiga belas abad. Maka ini haruslah jadi landasanatau dasar bagi reformasi masyarakat-masyarakat Muslim. Seperti halnya al-Ghazali dan Ibn Taimiyah menjawab para filsuf dan rasionalis di zamannya yang mencoba membuat “merek baru islam”, maka begitu juga apa yang dunia Islam yang sekarang ini perlukan di atas segalanya adalah al-Gazali modern dan Ibn Taimiyah modern untuk menyangkal hantu kemajuan dan perubahan.
5.       Perempuan
Masalah perempuan Islam dan peran mereka dalam masyarakat menjadikan mereka contoh utma bagi perhatian dan pembelaan Maryam Jameela terhadap Islam melawan pengaruh barat dan juga elit muslim. Status dan peran perempuan telah menjadi nilai dan perhatian utama dalam sejarah dan masyarakat Islam. arti penting ini tercermin dalam hokum keluarga Muslim (perkawinann perceraian dan warisan) yang menjadi jantung hokum Islam (syari’ah).[14]
Perlakuan jameela terhadap Islam dan perempuan selama ini konsisten dan gigih. Mulai tahun 1976 ia membicarakan feminis barat dan juga perempuan Islam. dengan menggabungkan kesetiaan pada visinya tentang islam klasic dan kebenciannya terhadap reformis Modern sebagai produk dari pelaku westernisasi Muslim. Memang ia sungguh-sungguh memulai pembuktian keunggulan ajaran-ajaran Islam tentang poligami, perceraian, dan perdah (Pemisahan jenis kelamin). Dengan menuduh bahwa undang-undang keluarga telah dirusak di banyak Negara Muslim, Jameela menyebut reformasi sebagai terbudaknya mental terhadap nilai-nilai peradaban Barat. Ia berisi keras bahwa kebencian barat terhada purdah disebabkan oleh sifat kontradiksi antara Islam dan sekularisme barat dan khususnya tingginya individualism yang mendominasi masyarakat modern sampai tingkat dimana perzinaan dianggap tidak buruk salma sekali. Kritik-kritik modern (barat dan Muslim) yang sama terhadap purdah ditolak dengan crara yang mirip karena menganjurkan reformasi yang berdasar pada nilai-nilai budaya yang sesat yang benar-benar mengacaukan peran pria dan perempuan.
Jameela menolak mereka yang berusaha membebaskan perempuan dengan menghapuskan jilbab atau yang menganjurkan pendidikan campur pria perempuan, pemberian haksuara, kerja di luar rumah, dan partisipasi perempuan di kehidupan public sebagai menyebarkan kemodernan, cita-cita barat yang menganggap kehormatan dan respek bukan berasal dari dipenuhinya peran tradisional (Islam) perempuan sebagai istri atau ibu tetapi berasal dari kemampuan perempuan Modern (Barat) untuk melakukan dengan berhasil fungsi-fungsi pria dan dalam waktu yang sama mempertontonkan kecantikan fisiknya. Ia percaya pemikiran-pemikiran seperti itu berawanan dengan Islam dimana peran seorang perempuan bukanlah kotak suara tetapi pemeliharaan rumah dan keluarga. sedangkan para pria adalah actor-aktor di panggung sejarah, fungsi perempuan adalah untuk menjadi pembantu pria yang tersembunyi dari andangan umum dibalik layar.
Jameela meninjau pengaruh gerakan feminis barat dan secara selektif mengutip komentator barat seperti Max Lerner “Ketika hidup di suatu masyarakat Babilonia” untuk mendukung kesimpulannya bahwa konsekuansi-konsekuensi social gerakan feminis dan idenya yang disebut “emansipasi perempuan” adalah epidemic kejahatan, ingkar hokum dan diturutkannya keinginan terhadap seks haram sebagai akibat dari benar-benar hancurnya keluarga.[15]

D.      Analisis Kritis
Maryam Jameela merupakan sosok yang unik. Waktu kecil ia hidup di dunia Barat dibesarkan oleh keluarganya yang merupakan penganut Yahudi. Ketika sekolah ia juga diajari doktrin-doktrin Yahudi yang isinya memojokkan Islam. Dengan kondisi social dan juga pendidikannya yang seperti itu anehnya Jameela tidak begitu saja terpengaruh dengan segala hal yang ada. Ia selalu kritis terhadap segala sesuatu yang menurutnya ganjil. Ini merupakan suatu pendirian Jameela yang jarang dimiliki oleh para Orientalis bahkan non-orientalis ataupun uman Islam sendiri. Kebanyakan mereka mudah begitu saja tergiur dengan isu-isu yang beredar di lingkungannya tanpa memandang sesuatu yang autentik dari isu tersebut.
Jameela selalu vocal terhadap perubahan-perubahan kaum muslim, terutama perubahan yang menuju westernisasi. Sikap Jameela ini menunjukkan kefrustasiannya terhadap kaum Muslim yang dulu mandiri dengan segala akhlaq, ibadah, kemasyarakatan bahkan politiknya, namun sekarang arah peradaban berubah pada westernisasi. Menurut Jameela Islam harus menjaga identitasnya dari pengaruh-pengaruh Barat, dengan cara berpegang pada Islam trdisionalis. Perkembangan pemikiran boleh saja terjadi akan tetapi Identitas Musim harus selalu dijaga. Hal ini merupakan upaya protektif jameela yang seharusnya dimiliki oleh para cendikiawan Muslim yang sering mempelajari lintas budaya antara Islam dan Barat.
Disisi lain pemikiran jameela yang menguatkan Islam tradisionalnya terlihat begitu kaku. Terutama pada penggunaan hukum Islam, seperti halnya larangan negara sekuer dan peran wanita. Dalam hal itu, kelihatannya Jameela tidak memapertimbangkan pemhaman kontekstual, dimana latar belakang sosial munculnya hokum awal dengan latar belakang social atau tempat dimna hokum yang akan diterapkan tidak sama. Mungkin jameela memahami Hukum Islam sebagai hokum yang bersifat universal dan seharusnya mampu diterapkan pada konteks apapun. Akan tetapi ketika hal itu diterapkan yang muncul adalah kepincangan pemahaman atau malah pemahaman terhada hokum tersebut yang tidak universal. Sehingga Hal ini menjadikan Islam terlihat kaku dalam bersikap.

















[2]Tim penyusun, Suplemen Ensikloedi Islam 2. (Jakarta: PT. Ichtiar Baru, 2003), h. 46
[3]John L. Esposito, John O. Voll. Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer. Penerjemah Sugeng Hariyanto Dkk. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), h. 49
[5]Tim penyusun, Suplemen Ensikloedi Islam 2, h. 47
[6]Maryam Jameela, Isam dan Orientalisme, penerjemah Machnun Husain (Jakarta: Rajawali Pers, 1997), h. XXIII
[7]Tim penyusun, Suplemen Ensikloedi Islam 2, h. 47
[8]John L. Esposito, John O. Voll. Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer. Penerjemah Sugeng Hariyanto Dkk.., h. 52
[9]Tim penyusun, Suplemen Ensikloedi Islam 2, h. 47
[10]John L. Esposito, John O. Voll. Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer. Penerjemah Sugeng Hariyanto Dkk.., h. 57
[11]Maryam Jameela, Isam dan Orientalisme, penerjemah Machnun Husain .., h. 167
[12]John L. Esposito, John O. Voll. Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer. Penerjemah Sugeng Hariyanto Dkk.., h. 59
[13]Ibid.., h. 61
[14]Ibid., h. 62
[15]Ibid., h. 63

Tidak ada komentar:

Posting Komentar